Tantangan Lembaga Peradilan Mewujudkan Penegakan Hukum Lingkungan Berkeadilan
Terbaru

Tantangan Lembaga Peradilan Mewujudkan Penegakan Hukum Lingkungan Berkeadilan

Peran pengadilan dalam mewujudkan keadilan lingkungan dan masyarakat berkaitan dengan putusan yang dihasilkan.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ketua MA HM Syarifuddin. Foto: RES
Ketua MA HM Syarifuddin. Foto: RES

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup telah diatur dalam berbagai regulasi. Apalagi dalam konstitusi hak atas lingkungan hidup menjadi hak asas manusia (HAM). Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) pun telah mengakui hak atas lingkungan hidup sebagai HAM pada 28 Juli 2022. Pengakuan itu tertuang dalam resolusi PBB yang diketok pada sidang tahunan Majelis Umum PBB ke-76.

Ketua Mahkamah Agung (MA) HM Syarifuddin berpandangan, Indonesia telah  telah mengakui hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai hak asasi dua dekade sebelum PBB mengakuinya sebagai HAM. Pengakuan itu dilakukan melalui UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM dan amandemen kedua UUD 1945. Tapi praktiknya, terdapat banyak tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan hak atas lingkungan yang baik dan sehat. Dia menuturkan,  pemenuhannya berkaitan dengan pemenuhan hak atas kesejahteraan dan penghidupan yang layak.

“Sayangnya, pengelolaan sumber daya alam seringkali dihadapkan pada risiko pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang justru berdampak pada keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya dalam acara Peluncuran Portal Putusan I-Lead dan Diskusi Publik Pengaruh Putusan Pengadilan Terhadap Pembaruan Hukum Lingkungan Hidup yang digelar ICEL di Jakarta, Kamis (26/1/2023) lalu.

Syarifuddin menyebut,  berbagai regulasi telah diterbitkan untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Tujuannya antara lain, memastikan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup serta pembangunan di Indonesia dilaksanakan secara berkelanjutan. Tak hanya itu, salah satu instrumen perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah penegakkan hukum.

“Lembaga peradilan hadir dan mengambil peran untuk menegakkan peraturan perundang-undangan atas perkara-perkara yang diterima pengadilan, dan mengupayakan putusan yang tidak hanya adil bagi masyarakat, tapi juga adil bagi lingkungan,” ujarnya.

Baca juga:

Mantan Kepala Badan Pengawasan (Bawas) itu berpandangan, keadilan bagi masyarakat dan lingkungan hidup tak hanya diwujudkan lembaga peradilan melalui perannya sebagai penegak hukum. Sebab, lembaga peradilan pun berperan dalam pembaruan hukum lingkungan di Indonesia.  Seperti pengakuan  pengadilan atas hak gugat organisasi lingkungan hidup di Indonesia pada tahun 1988 yang kala itu belum diatur dalam peraturan perundangan.

Dia menerangkan,  dalam upaya menghadirkan keadilan, lembaga peradilan pun memberikan penafsiran baru atas kerangka hukum yang ada, sehingga melampaui sekat hukum yang kaku. Termasuk, penafsiran secara hati-hati atas tenggang waktu pengajuan gugatan tata usaha negara lingkungan hidup yang kerapkali memiliki benturan antara keadilan substansial dan keadilan prosedural.

Contoh pembaruan hukum lingkungan lainnya, yang dilakukan melalui pengadilan seperti, penerapan prinsip pertanggungjawaban mutlak (strict liability) dalam perkara lingkungan hidup melalui putusan pengadilan tahun 2004. Syarifuddin menyebut putusan itu merupakan yang pertama, sejak konsep pertanggungjawaban mutlak diatur pertama kali dalam UU No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pengadilan Indonesia, pun telah memberi pengakuan atas prinsip kehati-hatian (precautionary principle) yang merupakan konsep hukum lingkungan internasional.

Mantan Ketua Kamar Pengawasan MA itu  mengingatkan,  tak mudah bagi lembaga peradilan mewujudkan keadilan untuk masyarakat dan lingkungan hidup. Perkara lingkungan hidup memiliki karakteristik yang kompleks dan sarat pembuktian ilmiah. Aspek hukum administrasi, perdata, maupun pidana berkaitan satu sama lain dalam penegakan hukum lingkungan hidup.

Baginya,  kerugian yang bakal timbul bersifat masif. Sebab tak saja diderita manusia, namun juga ekosistem dan  bersifat urgen. Karenanya  butuh penanganan secara cepat. Untuk itu, dalam perkara lingkungan hidup juga dikenal penghukuman berupa tindakan pemulihan yang membutuhkan langkah dan pengetahuan tertentu dari para hakim yang mengadilinya.

“Penghukuman berupa tindakan pemulihan yang membutuhkan langkah dan pengetahuan tertentu dari para hakim yang mengadili,” imbuhnya.

Peran pengadilan dalam mewujudkan keadilan lingkungan terkait dengan putusan yang dihasilkan. Syarifuddin menegaskan, dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia dikenal asas in dubio pro natura, yang berarti dalam adanya ketidak pastian, maka keputusan yang diambil adalah demi kepentingan perlindungan dan pemulihan lingkungan hidup.

Mantan Wakil Ketua MA Bidang Yudisial era kepemimpinan Hatta Ali  itu berpendapat, sebagai translasi atas prinsip kehati-hatian  mesti diterapkan melalui dasar argumentasi hukum yang valid melalui metode penafsiran dan interpretasi hukum yang kuat. Dengan demikian, keadilan lingkungan yang diwujudkan oleh hakim melalui putusan yang berkualitas, pun bakal adil bagi masyarakat yang berperkara.

Tags:

Berita Terkait