Tiga Catatan LBH Jakarta terhadap RUU Sisdiknas yang Minim Partisipasi
Terbaru

Tiga Catatan LBH Jakarta terhadap RUU Sisdiknas yang Minim Partisipasi

Mulai sikap pemerintah menolak membuka draf RUU, hingga minimnya partisipasi dan tidak dapat diaksesnya draf RUU Sisdiknas menjadi pola keberulangan yang buruk bagi Pemerintah dan DPR dalam pembentukan peraturan perundangan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Tarik ulur nasib Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) masuk tidaknya dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahunan belum menemui titik temu. Kendati masuk daftar Prolegnas jangka menengah, setidaknya penyusunan RUU Sisdiknas masih berada di tangan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sebelum disodorkan ke Badan Legislasi (Baleg) DPR. Sayangnya, penyusunan di level pemerintah terkesan tertutup, bahkan minim partisipasi publik.

Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jihan Fauziah Hamdi berpandangan RUU Sisdiknas menggabungkan menggabungkan tiga UU yakni UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UU Guru dan Dosen), serta UU No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti). Nah penggabungan ketiga UU tersebut menunjukkan potensi menjadikan RUU Sisdiknas digarap menggunakan pendekatan metode omnibus law di sektor pendidikan.

Mulai terlihat pola tertutup yang serupa dengan omnibus law UU Cipta Kerja sebelumnya dalam RUU Sisdiknas ini,” ujar Jihan melalui keterangannya, Selasa (9/8/2022).

Baca Juga:

Dia menerangkan seperti halnya draf yang sampai kini tak juga dipublikasikan ke publik.  Ironisnya mengulang sejumlah pembahasan RUU di DPR, minimnya partisipasi publik dalam proses pembentukannya. Kondisi tersebut diperkuat dengan proses RUU Sisdiknas yang mulai dibahas setelah pengesahan UU No.13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-Undangan.

Sebab melalui UU 13/2022 tersebut melegitimasi metode omnibus law sejak 24 Mei 2022 lalu. Bahkan sejumlah organisasi di bidang pendidikan telah menyampaikan protesnya dan penolakan terhadap RUU Sisdiknas yang digadang-gadang sedang disusun Kemendikbudristek. Terlebih, upaya permohonan keterbukaan informasi draf RUU Sisdiknas pun ditolak.

Pengacara Publik LBH Jakarta lainnya, Charlie Meidino Albajili melanjutkan ada sejumlah persoalan yang muncul dari rencana menggabungkan tiga UU menjadi RUU Sisdiknas sejak Januari 2022 lalu. Pertama, sikap pemerintah menolak membuka draf RUU Sisdiknas melanggar asas-asas pembentukan perundang-undangan yang baik sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf g UU 12/2011.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait