Beberapa waktu lalu, GHP Law Firm telah menuntaskan pekerjaannya untuk reorganisasi grup perusahaan PT PLN (Persero) melalui cara pemisahan tidak murni (spin-off). Restrukturisasi yang besar dan kompleks ini digadang sebagai salah satu proyek terbesar dengan pelibatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia dalam rangka pengalihan 21.352 MW aset pembangkit PLN dengan angka Rp 330 triliun.
“Memang ini buat kita suatu transaksi yang menjadi deal of the year, menjadi transaksi terbesar yang mana kita involved dari segi complexity maupun method-nya. Juga melibatkan banyak stakeholders, karena PLN ini BUMN jadi memang mesti hati-hati banget untuk mereka rencanakan,” ujar Senior Partner GHP Law Firm, Mohamad Kadri, kepada Hukumonline ketika diwawancarai di kantornya, Selasa (14/2/2023).
Kompleksitas penanganan yang dilakukan timnya itu dapat tercermin dari banyaknya aspek terkait dalam transaksi. Mulai dari unsur pajak, perizinan, penyelarasan regulasi tentang kelistrikan, dan lain-lain. Pihaknya juga harus mengkomunikasikan transaksi proyek ini kepada 12 kementerian dan lembaga. Termasuk stakeholders, ratusan kreditur, maupun pihak ketiga. Pihaknya, diminta untuk proses yang berlangsung tidak menganggu jalannya bisnis PLN secara keseluruhan.
Baca Juga:
- Tips Menjaga Hubungan Antar Lawyer Demi Keberlangsungan Kantor Hukum
- 10 Kunci Sukses yang Harus Dimiliki Corporate Lawyer
Melalui reorganisasi yang dilakukan, kata dia, struktur PLN Group tercipta menjadi lebih terfokus, efisien, transparan, dan profesional. Reorganisasi yang ditandatangani per 30 Desember 2022 lalu ini mulai efektif per 1 Januari 2023. Transformasi PLN menjadi perusahaan holding strategis dan beroperasi dengan subholding pembangkitan, energi primer, serta di luar kWh.
“Ada 2 anak perusahaan yang disebut sebagai subholding menampung kegiatan pembangkitan. Satu namanya Indonesian Power, sekarang branding-nya diubah menjadi PLN Indonesia Power (PIP), yang satu Pembangkit Jawa Bali menjadi PLN Nusantara Power (PNP). Jadi dua itu akan membuat bisnis PLN tidak lagi mengerjakan pembangkitan. Kecuali yang kecil-kecil yang memang untuk melayani kepentingan public service obligation. Itu masih ada untuk daerah-daerah tidak terjangkau yang remote,” ujar Mohamad Kadri.
Anggota Komite Pemantau Investasi dan Manajemen Risiko PT Pertamina (Persero) itu mengungkapkan dalam menghadapi transaksi besar ini GHP Law Firm mempunyai strategi tersendiri dengan hanya terdapat 11 orang lawyers yang terlibat. Tepatnya, melibatkan 4 orang Partners dan 7 orang Associates.