Urgensi Percepat Pembahasan dan Pengesahan RUU PPRT
Terbaru

Urgensi Percepat Pembahasan dan Pengesahan RUU PPRT

Dikarenakan UU 6/2023 materi muatannya serupa dengan UU 11/2020 yang membat pekerja pekerja/buruh perempuan semakin rentan mengalami eksploitasi, diskriminasi, dan kekerasan.

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani . Foto: Istimewa
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani . Foto: Istimewa

Perlindungan terkait keselamatan, dan kesehatan kerja (K3) bagi pekerja/buruh harus mendapat perhatian khusus pemerintah. Bahkan buruh perempuan  menjadi rentan mengalami diskriminasi dan kekerasan. Mulai buruh perempuan yang bekerja di sektor formal dan informal. Karenanya, pembahasan dan pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) menjadi bagian dari prioritas. Apalagi RUU PPRT sudah resmi menjadi masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2023 dengan nomor urut 15.

Demikian disampaikan Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani melalui keterangannya, Senin (1/5/2023) kemarin. “Upaya pelindungan ini juga merupakan mandat konstitusi pada tanggung jawab negara dalam memenuhi hak-hak konstitusional yang ditetapkan di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) guna mewujudkan kehidupan yang adil dan makmur bagi setiap warga negara,” ujarnya.

Perhatian khusus pada K3 menurut Andy perlu dimaknai dengan menciptakan kondisi kerja yang bebas dari diskriminasi berbasis gender dan kekerasan seksual bagi perempuan dan dengan menciptakan pelindungan yang lebih baik bagi pekerja di sektor informal. Berdasarkan data pengaduan, Komnas Perempuan mencatat tahun 2022 ada 112 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan. Sebanyak 58 kasus dilakukan oleh majikan, dimana 4 kasus dialami perempuan PRT.

Ada 11 kasus kekerasan berbasis gender dilakukan perusahaan dan 43 kasus oleh rekan kerja. Catatan Tahunan Komnas Perempuan menunjukkan ada 93 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan di tempat kerja yang dilaporkan ke berbagai lembaga layanan dan 859 kasus terkait Perempuan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).

Kasus yang diadukan langsung ke Komnas Perempuan sebagian besar terkait kekerasan seksual dan kesulitan mengakses hak kesehatan reproduksi dan maternitas perempuan pekerja. Andy menilai pengalaman pada diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan itu dapat mempengaruhi kesehatan mental dan fisik perempuan pekerja sehingga menghalanginya untuk bekerja secara optimal atau bahkan menyebabkannya kehilangan pekerjaan.

“Pembahasan dan pengesahan RUU PPRT penting menjadi prioritas DPR dan pemerintah pada sidang berikutnya sebagai langkah sungguh-sungguh untuk meneguhkan K3,” katanya.

Baca juga:

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait