UU Pangan Harus Utamakan Perlindungan Petani
Berita

UU Pangan Harus Utamakan Perlindungan Petani

Perlindungan terhadap petani dapat dilakukan lewat lembaga pangan baru yang diamanatkan oleh UU Pangan.

ADY
Bacaan 2 Menit

Ujungnya, kesejahteraan petani tak terjamin dan masyarakat dirugikan dengan mahalnya harga bawang. Hal serupa juga terjadi pada komoditas pangan lain. Spekulasi itu menurutnya dipengaruhi pula oleh kebijakan impor.

Mengacu hal itu, Fadil menilai pemerintah cenderung mengutamakan kepentingan impor ketimbang melindungi petani. Padahal, kepentingan petani jumlahnya menyangkut lebih banyak orang ketimbang pengimpor. Walau dalam rangka melindungi petani dan rakyat pemerintah melakukan kebijakan penetapan harga pasar, namun praktiknya tak efektif karena masuknya produk pangan impor.

Untuk membenahi masalah tersebut, Fadil berharap lembaga pangan baru dapat menyelesaikannya. “Harus bisa mewujudkan kedaulatan pangan dari tingkat produksi sampai pasar,” ucapnya.

Sementara, anggota koalisi dari Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, mengatakan ada beberapa hal yang menyebabkan lemahnya lembaga pangan yang ada untuk mewujudkan kedaulatan pangan. Seperti BKP, lembaga itu dirasa punya kewenangan yang minim, akibatnya kebijakan yang diterbitkan tidak dapat menyentuh persoalan pangan.

Untuk DKP, Said menilai kebijakan yang diterbitkan oleh lembaga itu tak menjamah sampai tingkat kabupaten/kota. Sedangkan Bulog, dirasa hanya berkutat mengurusi beras. Padahal, pangan tak hanya menyangkut soal beras.

Berdasarkan hal itu Said menilai asas yang ada di bermacam lembaga tersebut hanya fokus di ketahanan pangan yang ujungnya meningkatkan impor pangan. Untuk itu Said menekankan agar lembaga pangan baru yang akan dibentuk nanti harus berlandaskan perwujudan kedaulatan pangan. Tentunya dalam merealisasikan kedaulatan pangan, Said menegaskan harus melindungi petani.

“Dalam pelaksanaannya, UU Pangan harus utamakan perlindungan petani,” ujarnya.

Menguraikan meningkatnya investasi asing di sektor pangan, anggota koalisi dari Indonesian Global Justice (IGJ), Rahmi, mengatakan jumlah investasi itu semakin meningkat. Dia mencatat periode 2010 – 2011, jumlah investasi mencapai AS$ 751juta dan akhir 2011 meningkat sampai AS$ 1,6miliar. Melihat pesatnya kenaikan itu, Rahmi menilai akan berdampak buruk pada petani lokal, terutama menyangkut harga jual produk pangan.

Tags: