Walhi: Pidato Wapres Ma’ruf Tidak Menjawab Masalah Krisis Iklim
Terbaru

Walhi: Pidato Wapres Ma’ruf Tidak Menjawab Masalah Krisis Iklim

Isi pidato yang disampaikan Wakil Presiden RI K.H Ma’ruf Amin dalam acara KTT Perubahan Iklim (COP-27) di Mesir tidak menjawab dampak krisis iklim yang dialami rakyat Indonesia.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

“60 persen pembangkit listrik di Indonesia masih mengandalkan batubara dan sisanya 20 persen minyak dan gas. Gas emisi yang dihasilkan dari pembangkit listrik jauh lebih besar,” ujarnya.

Ekosistem mobil listrik itu berkontribusi terhadap perluasan penambangan nikel yang digunakan untuk bahan baku baterai. Tambang nikel mengancam ribuan hektar hutan yang berfungsi menangkap karbon dari emisi gas. “Diperkirakan ada 83 juta ton emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari perubahan kawasan hutan menjadi area pertambangan,” bebernya.

Manajer Kampanye Pesisir dan Laut (Delegasi COP27 Walhi), Parid Ridwanuddin, menyebut pidato Ma’ruf itu tidak menjabarkan dampak krisis iklim terhadap masyarakat. Misalnya masyarakat di pesisir dan pulau kecil mengalami ancaman tenggelam karena naiknya permukaan air laut. Mereka berupaya sendiri untuk mengatasi masalah itu tanpa bantuan pemerintah. Bagi yang tidak berhasil maka menjadi pengungsi iklim karena ruang hidupnya tenggelam.

Parid mencatat dalam 4 tahun terakhir ada 5.400 desa di wilayah pesisir yang tenggelam karena kenaikan permukaan air laut. Dalam periode itu, ada desa yang sepanjang tahun terendam air laut, dan ada desa yang tadinya tidak terendam, tapi sekarang mulai tergenang air laut.

Ancaman tenggelam juga dihadapi pulau kecil. Walhi menghitung luas pulau Pari di wilayah Kepulauan Seribu hilang 11 persen. Sebagian wilayah pulau Pari tenggelam karena dampak krisis iklim. Hal serupa juga dialami pulau kecil lainnya termasuk pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara yang sebagian wilayahnya menjadi penambangan nikel.

“Persoalan yang dihadapi rakyat seperti ini luput atau dilupakan dalam pidato Wapres.”

Tags:

Berita Terkait