YLBHI/LBH Desak Pasal Anti Demokrasi RUU KUHP Dihapus
Terbaru

YLBHI/LBH Desak Pasal Anti Demokrasi RUU KUHP Dihapus

Seperti pasal penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden; penghinaan terhadap pemerintahan/kekuasaan umum; ancaman pidana bagi setiap orang yang melakukan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi tanpa pemberitahuan terlebih dulu kepada pihak berwenang.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Ketentuan lainnya yang harus dihapus yakni pasal 256 RUU KUHP yang mengancam pidana setiap orang yang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi tanpa terlebih dulu melakukan pemberitahuan kepada pihak berwenang. Pasal itu menurut Citra mempersulit masyarakat untuk menyampaikan pendapat di muka umum melalui kegiatan pawai, demonstrasi, dan unjuk rasa.

Citra menyebut praktiknya selama ini masyarakat yang ingin menyampaikan pemberitahuan kegiatan demonstrasi kepada aparat kepolisian sangat sulit untuk mendapat tanda terima pemberitahuan. Tanpa mengantongi tanda bukti itu demonstrasi yang dilakukan dianggap belum melakukan pemberitahuan, sehingga dibubarkan. Pasal 256 RUU KUHP lebih parah lagi, karena ancamannya tak sekedar pembubaran demonstrasi, tapi juga dipidana.

“Masyarakat yang ingin menyampaikan pendapatnya melalui demonstrasi justru dikriminalisasi. Berarti negara melakukan pelanggaran HAM berulang kali baik itu terkait hak ekonomi, sosial dan budaya serta sipil dan politik. Kami mendesak pasal ini dihapus,” tegas Citra.

Ketua Bidang Advokasi dan Jaringan YLBHI, Zainal Arifin, mengatakan masih adanya berbagai pasal yang mengancam demokrasi dan HAM itu membuktikan pemerintah selama ini mengabaikan masukan masyarakat sipil. Masih bercokolnya berbagai pasal itu ditengarai sebagai tameng pemerintah karena kinerjanya selama ini buruk.

“Kinerja pemerintahan itu bisa dilihat dari berbagai bentuk kekerasan yang menimpa masyarakat dan proses legislasi,” ujarnya.

Zainal menguraikan ketentuan mengenai pawai, demonstrasi, dan unjuk rasa selama ini diatur dalam UU No.9 Tahun 1998 Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Beleid itu mengatur kewajiban untuk menyampaikan pemberitahuan sebelum melakukan pawai, demonstrasi, atau unjuk rasa. Jika kewajiban itu tidak dilakukan sanksinya berupa pembubaran.

“Pasal 256 RUU KUHP justru menarik perihal administrasi itu menjadi pidana. Ini semakin mempersempit ruang demokrasi,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait