Kemenaker telah mencanangkan setiap Juni sebagai “bulan kampanye menentang pekerja anak.” Penetapan bulan khusus ini adalah upaya memperkuat komitmen dan kerjasama antar lembaga guna mencegah agar anak dijadikan pekerja, serta bagian dari implementasi roadmap menuju Indonesia tanpa pekerja anak yang ditargetkan tercapai tahun 2022.
Hanif mengatakan rencana itu bisa berjalan kalau ada kerjasama kuat dengan lembaga dan kementerian terkait seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Sosial, Kejaksaan Agung dan Polri. Dukungan dari unsur pengusaha, serikat pekerja, dan LSM juga sama pentingnya. Pemerintah Daerah juga sudah diminta untuk menetapkan zona bebas pekerja anak.
Biasanya, dikatakan Hanif, anak terpaksa untuk bekerja karena keluarganya miskin. Sehingga anak bekerja untuk membantu mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Ketidakmampuan orang tua dalam memenuhi kebutuhan keluarga memaksa anak terlibat dalam pekerjaan berbahaya.
Hanif menjelaskan, Indonesia sudah meratifikasi Konvensi ILO yang berkomitmen menghapus pekerja anak. Tahun 2002 ILO menetapkan 12 Juni sebagai hari internasional menentang pekerja anak. Kementerian juga sudah meluncurkan kode etik Asosiasi Pelatihan dan Penempatan Pekerja Rumah Tangga Seluruh Indonesia (APPSI). Kode etik ini ditujukan mendorong dan memotivasi anggota asosiasi untuk tidak merekrut sekaligus menempatkan PRT di bawah usia 18 tahun.
Dirjen Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan, Muji Handaya, menambahkan roadmap menuju Indonesia tanpa pekerja anak disusun berdasarkan perhitungan strategis hasil evaluasi. Roadmap itu akan dilakukan dalam periode 2014-2022 dengan harapan dapat menghentikan masalah pekerja anak. Terutama untuk pekerjaan berbahaya dan terburuk seperti perbudakan, pelacuran, pornografi dan perjudian serta pelibatan anak pada narkotika.
“Pada tahun 2015 Kemenaker akan melakukan penarikan pekerja anak sebanyak 16.000 orang anak. Dan kita punya target jangka panjang untuk mewujudkan Indonesia Bebas Pekerja Anak Tahun 2022,” papar Muji.
Saat ini diperkirakan terdapat sekitar 1,7 juta pekerja anak di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu sekitar 400 ribu orang pekerja anak terpaksa bekerja untuk pekerjaan-pekerjaan yang terburuk dan berbahaya. Muji mengklaim pemerintah telah menarik 48 ribu pekerja anak. Selain itu, belum lama ini ada 120 anak yang dibebaskan di Wonogiri, Temanggung dan Gianyar.
"Daerah terbanyak pekerja anak di sekitar Pantura, kebanyakan anak-anak nelayan. Perkebunan dan pertanian juga banyak dengan range usia antara 10-17, jadi di bawah 18 tahun,” kata Muji.
Direktur ILO Jakarta, Michiko Miyamoto, mendorong Indonesia agar terus melakukan gerakan eliminasi pekerja anak. Walau begitu, ia mengingatkan agar negara berkembang seperti Indonesia mengucurkan lebih banyak investasi untuk pendidikan anak. "Dalam 20 tahun terakhir, angka pekerja anak di Indonesia telah berkurang secara signifikan," pungkasnya.