90.817 Pejabat Belum Lapor LHKPN, Bakal Ada PP yang Mengatur Sanksi
Berita

90.817 Pejabat Belum Lapor LHKPN, Bakal Ada PP yang Mengatur Sanksi

Ketaatan DPRD melapor LHKPN paling rendah.

NOV
Bacaan 2 Menit
Menpan-RB Yuddy Chrisnandi dan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Foto: NOV
Menpan-RB Yuddy Chrisnandi dan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Foto: NOV
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB) mengusulkan pembentukan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur sanksi administrasi bagi pejabat yang tidak menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, dari 288.369 pejabat yang seharusnya melaporkan LHKPN, baru 197.685 yang menyerahkan kepada KPK. Artinya, masih ada 90.817 pejabat yang belum melaporkan LHKPN. Untuk mendorong ketaatan pelaporan LHKPN, KPK bersama Kemen PAN-RB akan membuat PP terkait sanksi.

"Supaya pejabat-pejabat itu terdorong untuk melaporkan (LHKPN). Namun, sanksinya lebih kepada administrasi. Misalnya, penundaan atau pencopotan dari jabatan. Hal itu nanti kita pikirkan. Selama ini belum ada sanksi administrasi yang diatur dalam PP," katanya usai menerima kunjungan Menteri PAN-RB Yuddy Chrisnandi di KPK, Jumat (18/3).

Alex menjelaskan, meski belum ada PP yang mengatur sanksi bagi para pejabat yang tidak melaporkan LHKPN, ada beberapa lembaga atau pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan peraturan internal terkait pelaporan LHKPN. Namun, peraturan tersebut belum cukup, sehingga perlu dibuat PP yang mengatur pemberian sanksi.
No Instansi Wajib Lapor LHKPN Sudah Lapor LHKPN Belum Pernah Lapor LHKPN Persentase Belum Lapor LHKPN
1 Eksekutif 222.894 158.729 64.275 28,84%
2 Legislatif 13.427 3668 9.760 72,69%
DPR 554 480 74 13,36%
DPD 124 114 10 8,06%
DPRD 12.745 3070 9.676 75,92%
MPR 4 4 0 0,00%
3 Yudikatif 11.712 10.166 1.547 13,21%
4 BUMN/BUMD 26.909 21.454 5.475 20,35%

Apabila melihat data KPK per 17 Maret 2016, ketaatan DPRD dalam pelaporan LHKPN terbilang paling rendah. Alex menduga hal itu disebabkan oleh perbedaan definisi penyelenggara negara dalam UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dengan UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK.

Dalam UU No.28 Tahun 2008, anggota dewan yang termasuk penyelenggara negara hanya DPR. Sementara, dalam UU No.30 Tahun 2002, yaitu pada penjelasan Pasal 11 huruf a, yang dimaksud penyelenggara negara adalah sebagaimana dimaksud dalam UU No.28 Tahun 1999, termasuk anggota DPRD.

"Tapi ada beberapa alasan lain, seperti formulir rumit. Ke depan, KPK akan sederhanakan formulir, sehingga lebih mudah mengisinya. Kami juga sedang membuat e-LHKPN. Jadi, nanti mereka bisa mengisi online. Di samping itu, kendala lain dari mereka sendiri males atau gimana. Yang males-males itu akan kami dorong untuk melaporkannya," terang Alex.

Untuk eksekutif, ada pula yang memahami bahwa yang wajib melaporkan LHKPN cuma eselon I dan II. Akan tetapi, ada beberapa Kementerian yang telah memperluas definisi penyelenggara, tidak hanya pejabat eselon I dan II, tetapi juga pejabat fungsional. Hal ini sudah diterapkan, misalnya di Kementerian Keuangan.

"Maka itu, kami akan mendorong ketaatan pengisian LHKPN. Kemungkinan kami akan koordinasikan dengan Ditjen Pajak. Nanti, kami cross check antara LHKPN dan SPT-nya, apakah data harta kekayaan di LHKPN dilaporkan, tapi SPT-nya belum, supaya SPT-nya dibetulkan juga. Ke depan, akan ada sinkronisasi seperti itu," ujar Alex.

Di lain pihak, Yuddy menyatakan, selaku pembantu Presiden di bidang aparatur pemerintahan, Kementerian PAN-RB fokus kepada apakah ada pejabat eksekutif yang belum melaksanakan kewajibannya. Berdasarkan klarifikasi KPK, dipastikan semua Menteri Kabinet Kerja sudah melaporkan dan memperbarui LHKPN.

Selanjutnya, mengenai pejabat eksekutif lain, yaitu eselon I dan pejabat pusat, 70 persen sudah melaporkan LHKPN. Masih kurang 30 persen pejabat eksekutif yang belum melaporkan LHKPN. Yuddy mengaku, kekurangan itu merupakan tugas dari Kementerian PAN-RB untuk "memaksa" mereka melakukan kewajibannya.

"Mungkin kami akan mengeluarkan surat atau peraturan bersama yang dapat menerapkan sanksi, tidak hanya administratif, tapi penundaan kenaikan pangkat, promosi, atau berkaitan dengan tunjangan kinerjanya. Presiden dan jajaran punya komitmen kuat dengan KPK menyelenggarakan pemerintahan bersih. Kami  koordinasi dan bantu KPK," tuturnya.
Tags:

Berita Terkait