Duh, Penyelesaian Hukum Ribuan Pengaduan Fintech Masih Tak Jelas
Utama

Duh, Penyelesaian Hukum Ribuan Pengaduan Fintech Masih Tak Jelas

Masih ada silang pendapat antara LBH Jakarta, OJK dan pelaku usaha.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Jumlah pengaduan konsumen atau nasabah pinjaman online atau financial technology peer to peer (P2P) lending terus meningkat. Mulai dari penagihan pinjaman secara intimidatif hingga pencurian data pribadi menjadi permasalahan paling mendominasi dari persoalan ini. Tidak hanya perusahaan fintech ilegal tapi juga penyelenggara terdaftar dan berizin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diduga melakukan pelanggaran ini.

 

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta telah membuka posko pengaduan korban fintech sejak akhir tahun lalu. Hingga saat ini, LBH Jakarta telah menerima sekitar 3 ribu pengaduan masyarakat. Sayangnya, penyelesaian hukum laporan tersebut belum mendapati titik terang padahal pertemuan antara LBH Jakarta, OJK serta Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia  (AFPI) telah beberapa kali berlangsung.

 

Pengacara Publik LBH Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora menjelaskan masih belum terdapat kesepakatan antara masing-masing pihak mengenai penyelesaian permasalahan ini. Sehingga, hal tersebut menjadi alasan LBH Jakarta tidak menyerahkan hasil data pengaduan yang terhimpun sejak November lalu.

 

“Kami sudah mau kasih, tapi OJK belum jawab pertanyaan-pertanyaan kami soal tujuan permintaan data, mekanisme penyelesaian dan jenis data yang diminta,” jelas Nelson kepada hukumonline, Senin (4/2).

 

Memang sejak awal dalam penyelesaian persoalan ini terdapat silang pendapat antara LBH Jakarta dengan otoritas dalam memahami permasalahan fintech. Terdapat beberapa alasan pihaknya belum menyerahkan data tersebut. LBH Jakarta menganggap OJK seperti lepas tangan terhadap korban-korban dari perusahaan fintech ilegal.

 

Nelson menganggap seharusnya OJK memiliki tanggung jawab seluruh layanan jasa keuangan bukan hanya bertanggung jawab terhadap layanan jasa keuangan terdaftar tapi juga yang tidak terdaftar. “OJK harus bertanggung jawab terhadap seluruh layanan jasa keuangan bukan hanya yang legal tetapi ilegal juga. Bahkan, fintech ilegal ini paling banyak beroperasi,” jelas Nelson.

 

Hukumonline.com

 

Kemudian, Nelson juga menganggap penindakan terhadap fintech ilegal dengan pemblokiran aplikasi pada layananan toko aplikasi dianggap tidak cukup. Hal ini karena mudahnya bagi perusahaan fintech ilegal untuk membuat kembali layanan serupa. “Setelah diblokir, mereka bisa kembali dengan mudah membuat layanan fintech, yang berubah hanya nama dan logonya saja tapi pemiliknya masih sama,” jelas Nelson.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait