Pentingnya Melanjutkan Pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Berita

Pentingnya Melanjutkan Pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Karena belum ada payung hukum yang khusus menangani persoalan korban kekerasan seksual. Negara perlu hadir mengingat minimnya akses penrlindungan bagi korban kekerasan seksual.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Usulan Komisi VIII atas pencabutan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dari daftar Prolegnas Prioritas 2020 menunjukan ketidakmampuan DPR dalam menuntaskan pekerjaannya. Sebaliknya, dorongan agar DPR terus melanjutkan pembahasan draf RUU PKS kembali menguat.

Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Nasional Demokrat (Nasdem) di Badan Legislasi (Baleg) Taufik Basari mengatakan dorongan terhadap RUU PKS merupakan wujud dukungan terhadap para korban kekerasan seksual. Data kekerasan seksual setiap tahunnya menunjukan adanya peningkatan. Hal ini tentu membahayakan jika tidak terdapat payung hukum yang mengatur khusus kekerasan seksual.

Sebelumnya, dalam Rapat Koordinasi antara Baleg dengan sejumlah komisi di DPR terkait evaluasi pelaksanaan Prolegnas 2020, Selasa 30/06 kemarin. Dalam paparan pimpinan Komisi VIII mengusulkan dikeluarkannya RUU PKS dari daftar Prolegnas Prioritas 2020 dan mengganti dengan RUU Kesejahteraan Lanjut Usia.

“Fraksi NasDem menyatakan komitmennya untuk tetap memperjuangkan RUU P-KS dapat diundangkan,” ujar Taufik Basari di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (2/7/2020). (Baca Juga: Lima Fokus Pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual)

Taufik menjelaskan mulanya RUU PKS di periode DPR 2019-2024 usul inisiatifnya sebagai anggota dewan. Setelah itu disampaikan ke Baleg dan disetujui masuk Prolegnas Prioritas 2020 sebagai usulan Fraksi Nasdem. Namun setelah Prolegnas disahkan dalam rapat paripurna, atas permintaan pimpinan Komisi VIII RUU PKS diminta diubah statusnya menjadi usulan Komisi VIII.

“Namun ternyata setelah diubah statusnya justru membuat RUU tersebut tidak berjalan,” sesalnya.

Anggota Komisi III DPR itu menyesalkan mandegnya RUU PKS dan dikeluarkan dari Prolegnas Prioritas 2020 oleh Komisi VIII. Padahal, kata pria yang biasa disapa Tobas itu, Fraksi Nasdem telah menyiapkan naskah akademik dan draf RUU. Namun begitu, Fraksi Nasdem bakal terus mengawal RUU hingga berhasil disahkan menjadi UU.

Mantan Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini berjanji bersama Fraksi Nasdem bakal melobi fraksi-fraksi lain yang bersikap menolak keberadaan RUU PKS ini. Bila dikembalikan ke fraksi Nasdem sebagai pengusul, pihaknya bakal siap mengakomodir masukan dari berbagai pihak. “Agar RUU ini dapat lebih diterima dan tidak menimbulkan salah pengertian,” kata dia.

Tags:

Berita Terkait