Pernyataan Anda kurang jelas apa yang dimaksud dengan praktik tidak syar’i dalam akad bank syariah karena banyak akad yang digunakan oleh bank syariah, baik pada penghimpunan dana maupun penyaluran dana yang kesemua akad tersebut mempunyai karakteristik masing-masing.
Kegiatan Usaha yang Berasaskan Prinsip Syariah
klinik Terkait:
Guna menjawab Anda, kami berasumsi bahwa di dalam akad terdapat unsur yang bertentangan dengan prinsip syariah. Jika mengacu pada Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (“UU 21/2008”), maka kegiatan usaha yang berasaskan prinsip syariah, antara lain, adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur:
- riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan Nasabah Penerima Fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah);
- maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan;
- gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah;
- haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah; atau
- zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya.
Jika akad tersebut bertentangan dengan syariat Islam, maka akad tersebut tidak sah sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 26 Lampiran Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah (“KHES”).
Sebagai contoh dalam akad mudharabah yang membingkai produk deposito mudharabah, maka bank Syariah tidak boleh memperjanjikan keuntungan secara pasti karena yang dapat diperjanjikan dalam produk deposito mudharabah adalah porsi nisbah bagi hasilnya dalam prosentase.[1] Demikan juga pada tabungan wadiah bank Syariah tidak boleh memperjanjikan keuntungan secara pasti karena akad wadiah adalah akad titipan.[2]
Langkah Jika Akad Bertentangan dengan Prinsip Syariah
Akibatnya, jika bank syariah kemudian memperjanjikan keuntungan yang pasti pada deposito mudharabah dan tabungan wadiah, maka keuntungan tersebut dikategorikan sebagai riba yang jelas bertentangan dengan syariat Islam dan akibat hukumnya akad tersebut tidak sah. Jika terjadi hal demikian, nasabah dapat mengajukan gugatan pembatalan akad ke Pengadilan Agama[3] dikarenakan akadnya melanggar syariat Islam.
berita Terkait:
Berkaitan dengan pengaduan, maka seharusnya sebelum mengajukan pengaduan ke Otoritas Jasa Keuangan, Anda sebagai nasabah/konsumen dapat melakukan pengaduan ke bank syariah terlebih dahulu. Dalam hal ini bank syariah wajib untuk menerima dan mencatat setiap pengaduan yang diajukan oleh konsumen dan/atau perwakilan konsumen.
Pengaduan dapat dilakukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana diatur pada Pasal 7 Peraturan Otoritas Jasa Keungan Nomor 18/POJK.07/2018 tentang Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan (“POJK 18/2018”). Adapun prosedur pengaduan sampai penyelesaian pengaduan diatur dalam POJK 18/2018 tersebut.
Jika konsumen dan/atau perwakilan konsumen menolak tanggapan pengaduan dari bank Syariah, maka bank Syariah wajib memberikan informasi kepada Konsumen dan/atau Perwakilan Konsumen mengenai upaya penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan melalui pengadilan atau di luar pengadilan.[4] Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) yang dimuat dalam Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”).[5]
Pengaduan ke OJK sangat dimungkinkan karena OJK membuka kesempatan bagi konsumen dan masyarakat yang mau menyampaikan permintaan informasi atau pengaduan ke OJK melalui beberapa sarana, yaitu:[6]
- Surat tertulis tersebut ditujukan kepada:
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen
Menara Radius Prawiro, Lantai 2
Komplek Perkantoran Bank Indonesia
Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta Pusat 10350
- Telepon: 157
Jam operasional: Senin - Jumat, Jam 08.00 - 17.00 WIB (Kecuali Hari Libur) - Email: Permintaan informasi dan pengaduan dapat disampaikan melalui email dengan alamat: [email protected]
- Form Pengaduan Online: Konsumen atau masyarakat dapat mengirimkan pengaduan melalui form elektronik yang tersedia pada alamat
https://kontak157.ojk.go.id/appkpublicportal/Pengaduan
Berdasarkan penjelasan di atas, maka Anda dapat mempertimbangkan mana yang Anda pergunakan untuk menyelesaikan permasalahan.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;
- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah;
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
- Peraturan Otoritas Jasa Keungan Nomor 18/POJK.07/2018 tentang Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan;
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 61/POJK.07/2020 Tahun 2020 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan.
Referensi:
Otoritas Jasa Keuangan, diakses pada 6 September 2021 pukul 14.13 WIB
[1] Pasal 20 angka 4 KHES
[2] Pasal 20 angka 17 KHES
[3] Pasal 49 huruf i Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
[4] Pasal 25 ayat (1) POJK 18/2018
[5] Pasal 25 ayat (2) POJK 18/2018 dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 61/POJK.07/2020 Tahun 2020
tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan
[6] Otoritas Jasa Keuangan, diakses pada 6 September 2021 pukul 14.13 WIB