Apakah ada aturan/standar khusus terbaru mengenai pelaksanaan MCU di perusahaan saat situasi COVID-19 ini? Dikarenakan perusahaan kami harus melaksanakan MCU rutin pada awal tahun depan, sehingga membutuhkan aturan tersebut agar tidak melanggar protokol.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
MCU rutin yang Anda maksud kami asumsikan akronim dari medical check up yang dikenal dengan sebutan pemeriksaan kesehatan berkala, yang menjadi kewajiban perusahaan untuk memeriksa kesehatan semua tenaga kerja secara berkala.
Namun di masa pandemi ini, pemeriksaan kesehatan pekerja dapat ditundasementara hingga aspek keselamatan dan kesehatan kerja terpenuhi atau hingga pandemi COVID-19 berakhir.
Apabila pemeriksaan kesehatan pekerja di perusahaan akan tetap dilaksanakan, maka Anda perlu memperhatikan pedoman standar perlindungan dokter. Apa saja pedoman itu?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
Kami asumsikan yang Anda maksud dengan MCU adalah akronim dari medical check up, atau pemeriksaan kesehatan sebagaimana yang dibahas dalam artikel Aturan Medical Check Up untuk Karyawan.
MCU rutin atau yang disebut dengan pemeriksaan kesehatan berkala merupakan bagian dari pelayanan kesehatan kerja,[1] dan setiap tenaga kerja berhak mendapatkan pelayanan kesehatan kerja.[2]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pemeriksaan kesehatan berkala bertujuan mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja sesudah berada dalam pekerjaannya, serta menilai kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan seawal mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-usaha pencegahan.[3]
Pada dasarnya, pengurus atau dalam hal ini orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri wajib memeriksa kesehatan semua tenaga kerja secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh direktur.[4]
Semua perusahaan harus melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi tenaga kerja sekurang-kurangnya 1 tahun sekali kecuali ditentukan lain.[5]
Pelanggaran atas kewajiban tersebut dapat diancam pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp100 ribu.[6] Tindak pidana ini merupakan pelanggaran.[7]
Protokol Kesehatan di Masa COVID-19
Berdasarkan penelusuran kami, tidak ada aturan khusus yang mengatur mengenai protokol pelaksanaan pemeriksaan kesehatan pekerja di masa pandemi COVID-19.
SE Menaker 7/2020 menyebutkan penerapan protokol pencegahan penularan COVID-19 di tempat kerja, meliputi:[8]
Menginformasikan kepada pekerja untuk tidak mengunjungi fasilitas kesehatan kecuali dalam keadaan gawat darurat dan bila memungkinkan melakukan konsultasi online jika mengalami sakit.
Melakukan penundaan sementara pemeriksaan kesehatan tenaga kerja hingga aspek keselamatan dan kesehatan kerja terpenuhi atau hingga pandemi COVID-19 berakhir.
Petugas kesehatan atau ahli keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di perusahaan melakukan pemantauan secara proaktif kepada seluruh pekerja untuk mendeteksi dini pekerja yang mengalami gejala demam (≥38°C) atau batuk/pilek/sakit tenggorokan di lingkungan kerja agar memeriksakan diri ke klinik perusahaan atau fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.
Bila menemukan pekerja dan menerima informasi pekerja yang memenuhi kriteria sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP) atau kasus konfirmasi positif COVID-19, petugas kesehatan atau ahli K3 di tempat kerja harus melaporkan dan berkoordinasi dengan instansi terkait dan melakukan sosialisasi tentang protokol isolasi diri sendiri (self isolation).
Sehingga berdasarkan ketentuan di atas, perusahaan dapat menunda sementara pemeriksaan kesehatan tenaga kerja hingga aspek keselamatan dan kesehatan kerja terpenuhi atau hingga pandemi COVID-19 berakhir.
Di sisi lain, perusahaan bisa memantau kesehatan pekerjanya dengan menugaskan petugas kesehatan atau ahli K3 perusahaan untuk memantau secara proaktif ke seluruh pekerja, agar yang bersangkutan memeriksakan diri ke klinik perusahaan atau fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.
Apabila aspek keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan Anda sudah terpenuhi, sehingga pemeriksaan kesehatan bisa dilaksanakan, maka yang perlu diperhatikan adalah protokol untuk dokter yang akan memeriksa kesehatan.
Dokter yang memeriksa kesehatan pekerja dapat digolongkan sebagai dokter yang memiliki risiko sedang, karena memberikan pelayanan atau kontak langsung pasien yang belum diketahui status terinfeksi COVID-19 (hal. 21).
Oleh karenanya, dokter dengan risiko sedang yang memeriksa di fasilitas kesehatan tingkat pertama setidak-tidaknya memerhatikan hal-hal diantaranya (hal. 23):
Ventilasi ruangan dan arah aliran udara yang baik (minimal 6x pergantian udara per jam);
Barrier mika di meja periksa dokter;
Penanda jarak 1 meter antara meja dokter dan kursi pasien;
High-efficiency particulate airfilter portable;
Inaktivasi virus COVID-19 dengan memasang lampu Ultaviolet C;
Pemisahan tempat pakai dan lepas Alat Pelindung Diri;
Pemeliharaan sistem Heating, Ventilating and Air Conditioning;
Pembatasan waktu komunikasi atau konsultasi langsung dengan pasien maksimal 15 menit dan jika butuh waktu lebih banyak dapat menggunakan media online (telemedicine); dan
Pembatasan tempat praktik dokter terfokus 1 tempat menghindari kelelahan karena jam kerja panjang dan cross infection antar fasilitas kesehatan di masa pandemi dan jika dalam kondisi benar-benar kekurangan sumber daya manusia bisa direkomendasikan masimal 2 tempat praktik.
Jadi menurut hemat kami, untuk mencegah terjadinya penularan COVID-19, pedoman di atas sebaiknya dijalankan bagi dokter yang akan memeriksa kesehatan pekerja di perusahaan.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.