Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela, serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.[1]
Keberadaan serikat pekerja/serikat buruh merupakan implementasi hak kebebasan berserikat yang dijamin oleh hukum. Bahkan UUD 1945 pun telah menjamin perlindungan Hak Asasi Manusia (“HAM”) warga negara Indonesia. Salah satu HAM yang dijamin oleh UUD 1945 adalah kebebasan berkumpul dan berserikat yang diatur dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi:
Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
klinik Terkait:
Pasal ini menjelaskan bahwa kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat merupakan salah satu bentuk HAM yang dilindungi oleh konstitusi. Tak hanya itu, pasal ini pun turut menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban untuk melindungi, menghormati, memajukan, dan memenuhi hak tersebut.
Selain itu, hak untuk berserikat dan berkumpul juga dijamin dalam Pasal 24 ayat (1) UU HAM, yang selengkapnya mengatur:
Setiap orang berhak untuk berkumpul, berpendapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai.
Sejalan dengan itu, lebih lanjut, Pasal 24 ayat (2) UU HAM juga berbunyi:
Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak mendirikan partai politik, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi lainnya untuk berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selaras dengan bunyi konstitusi dan UU HAM sebagaimana telah dijelaskan di atas, perlu diketahui pula bahwa pekerja/buruh juga berhak menerima perlakuan yang sama dari pengusaha, demikian bunyi ketentuan Pasal 6 UU Ketenagakerjaan.
berita Terkait:
Adapun UU Ketenagakerjaan sendiri merupakan salah satu kaidah heteronom yang memberikan perlindungan terhadap pekerja/buruh, termasuk pula tenaga kerja asing (“TKA”) sepanjang ia bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.[2]
Dengan demikian, kami berpendapat bahwa TKA yang juga berkedudukan sebagai pekerja/buruh berhak untuk menjadi anggota dari serikat pekerja/serikat buruh. Sebab, Pasal 104 UU Ketenagakerjaan jo. Pasal 5 ayat (1) UU 21/2000 mengatur hal demikian:
Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
Jadi menjawab pertanyaan Anda, kebebasan membentuk, masuk atau tidak masuk menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh merupakan salah satu hak dasar pekerja/buruh[3], termasuk TKA sebagaimana Anda tanyakan.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh;
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
[2] Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)
[3] Penjelasan Pasal 104 ayat (1) UU Ketenagakerjaan