KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Perbedaan Pelanggaran Administratif Pemilu, Pidana Pemilu, dan Sengketa Pemilu

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Perbedaan Pelanggaran Administratif Pemilu, Pidana Pemilu, dan Sengketa Pemilu

Perbedaan Pelanggaran Administratif Pemilu, Pidana Pemilu, dan Sengketa Pemilu
Renie Aryandani, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Perbedaan Pelanggaran Administratif Pemilu, Pidana Pemilu, dan Sengketa Pemilu

PERTANYAAN

Sebentar lagi pemilu akan dilangsungkan. Tapi saya belum begitu memahami apa perbedaan antara pelanggaran administrasi pemilu, pidana pemilu, dan sengketa pemilu? Mohon pencerahannya.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Perbedaan inti antara pelanggaran administratif pemilu, pidana pemilu, dan sengketa pemilu adalah pada sifat dan sanksinya. Pelanggaran administrasi pemilu bersifat administratif dengan sanksi administratif, pidana pemilu merupakan suatu delik atau tindak pidana dengan sanksi pidana, sementara sengketa pemilu berkaitan dengan perselisihan hasil atau proses pemilu dan dapat diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata ā€“ mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Pelanggaran Administratif Pemilu

    Dalam Pasal 460 UU Pemilu dijelaskan bahwa pelanggaran administratif pemilu meliputi pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme pelaksanaan pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu. Pelanggaran administratif pemilu ini tidak termasuk tindak pidana pemilu dan pelanggaran kode etik.

    KLINIK TERKAIT

    Hukumnya Presiden Memihak dalam Pemilu

    Hukumnya Presiden Memihak dalam Pemilu

    Adapun lembaga yang berwenang untuk menerima, memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran administratif pemilu adalah Badan Pengawas Pemilihan Umum (ā€œBawasluā€), Bawaslu provinsi, atau Bawaslu kabupaten/kota.[1]

    Dalam pelanggaran administratif pemilu, juga dikenal dengan pelanggaran administratif secara terstruktur, sistematis, dan masif (ā€œTSMā€).[2] Menurut Pasal 1 angka 33 Peraturan Bawaslu 8/2022, yang dimaksud dengan pelanggaran administratif pemilu TSM adalah perbuatan atau tindakan yang melanggar tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu, dan/atau pasangan calon presiden dan wakil presiden, calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota yang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilu dan/atau pemilih yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Objek pelanggaran administratif pemilu TSM terdiri atas:[3]

    1. perbuatan atau tindakan yang melanggar tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif; dan/atau
    2. perbuatan atau tindakan menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilu dan/atau pemilih yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif.

    Terstruktur, sistematis, dan masif tersebut meliputi:[4]

    1. kecurangan yang dilakukan oleh aparat struktural, baik aparat pemerintah atau penyelenggara pemilu secara kolektif atau secara bersama-sama;
    2. pelanggaran yang direncanakan secara matang, tersusun, dan sangat rapi; dan
    3. dampak pelanggaran yang sangat luas pengaruhnya terhadap hasil pemilu bukan hanya sebagian.

    Salah satu putusan MK yang menjadi landmark decision tentang pelanggaran administrasi pemilu TSM adalah Putusan MK No. 41/PHPU.D-VI/2008. Landmark decisions adalah putusan yang dibuat sebagai preseden karena tidak ditampung oleh peraturan yang ada atau putusan yang menyimpang dari undang-undang karena diperlukan demi keadilan dan itu diterima oleh publik dalam penerapan hukum.[5] Salah satu contoh landmark decisions MK adalah kriteria pelanggaran yang bisa membatalkan hasil pemilukada yakni kriteria TSM.[6]

    Dalam putusan tersebut MK tersebut, amar putusannya memerintahkan kepada KPU Provinsi Jawa Timur untuk melakukan pemungutan suara ulang dan penghitungan suara ulang pilkada provinsi Jawa Timur putaran II (hal. 136). Hal ini karena menurut MK telah terjadi pelanggaran TSM di daerah pemilihan Kabupaten Sampang, Bangkalan, dan Pamekasan yang bertentangan dengan konstitusi (hal. 134).

    Kemudian, pola pelanggaran administrasi pemilu TSM dari putusan-putusan MK yang mempengaruhi putusan sengketa hasil pemilu antara lain sebagai berikut:[7]

    1. Pelanggaran itu bersifat sistematis, artinya pelanggaran ini benar-benar direncanakan secara matang (by design);
    2. Pelanggaran itu bersifat terstruktur, artinya pelanggaran ini dilakukan oleh aparat struktural, baik aparat pemerintah maupun aparat penyelenggara Pilkada secara kolektif bukan aksi individual;
    3. Pelanggaran itu bersifat masif, artinya dampak pelanggaran ini sangat luas dan bukan sporadis.

    Adapun bentuk sanksi atas pelanggaran administratif pemilu ini adalah sanksi administratif.[8]

    Tindak Pidana Pemilu

    Tindak pidana menurut Moeljatno adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.[9]

    Adapun, tindak pidana pemilu adalah perbuatan atau tindakan yang melanggar pasal tindak pidana yang diatur di dalam UU Pemilu.[10] Menurut Pasal 1 angka 2 Perma 1/2018, tindak pidana pemilu adalah tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan sebagaimana dalam UU Pemilu.

    Lalu siapakah yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus tindak pidana pemilu? Pasal 2 huruf b Perma 1/2018 menyatakan bahwa pengadilan negeri dan pengadilan tinggi memiliki kewenangan untuk menyelidiki, mengadili, dan memutuskan tindak pidana pemilu yang muncul berdasarkan laporan dugaan pelanggaran pemilu yang diteruskan oleh Bawaslu, Bawaslu provinsi, Bawaslu kabupaten/kota, dan/atau Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) kecamatan kepada kepolisian dalam waktu paling lambat 1 x 24 jam setelah Bawaslu, Bawaslu provinsi, Bawaslu kabupaten/kota, dan/atau Panwaslu kecamatan menyatakan bahwa tindakan atau perbuatan yang diduga sebagai tindak pidana pemilu.

    Adapun, jenis-jenis tindak pidana pemilu diatur di dalam Pasal 488 sampai dengan Pasal 553 UU Pemilu. Contoh tindak pidana pemilu dapat Anda simak dalam artikel 9 Jenis Tindak Pidana Pemilu.

    Sengketa Pemilu

    Sengketa pemilu terbagi menjadi dua jenis yaitu sengketa proses pemilu dan sengketa hasil pemilu.

    Pasal 466 UU Pemilu mendefinisikan sengketa proses pemilu adalah sengketa yang terjadi antar peserta pemilu dan sengketa peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, keputusan KPU provinsi, dan keputusan KPU kabupaten/kota.

    Proses penyelesaian sengketa proses pemilu yaitu melalui Bawaslu, Bawaslu provinsi, Bawaslu kabupaten/kota dan pengadilan tata usaha negara. Hal ini diatur di dalam Pasal 467 s.d. Pasal 472 UU Pemilu.

    Adapun, sengketa atau perselisihan hasil pemilu meliputi perselisihan antara KPU dan peserta pemilu mengenai penetapan perolehan hasil pemilu secara nasional; meliputi perselisihan perolehan suara yang dapat memengaruhi perolehan kursi peserta pemilu bagi DPR, DPD, dan DPRD atau yang dapat mempengaruhi penetapan hasil pemilu presiden dan wakil presiden.[11]Lembaga yang berwenang memutus sengketa hasil pemilu adalah Mahkamah Konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945Ā yang menyebutkan bahwa MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk memutus perselisihan tentang hasil pemilu.

    Perbedaan Pelanggaran Administrasi Pemilu, Tindak Pidana Pemilu, dan Sengketa Pemilu

    Pelanggaran Administrasi PemiluTindak Pidana PemiluSengketa Pemilu
    • Pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, dan/atau mekanisme pelaksanaan pemilu.

    Ā 

    • Pelanggar dikenakan sanksi administratif.

    Ā 

    • Lembaga yang berwenang: Bawaslu Bawaslu provinsi, atau Bawaslu kabupaten/kota.
    • Tindak pidana yang melibatkan pelanggaran atau kejahatan sebagaimana dalam UU Pemilu.

    Ā 

    • Pelaku dikenai sanksi pidana.

    Ā 

    • Lembaga yang berwenang: pengadilan negeri dan pengadilan tinggi setelah mendapat laporan yang diteruskan dari Bawaslu, Bawaslu provinsi/kabupaten/kota dan panwaslu kecamatan.
    • Sengketa pemilu terbagi menjadi dua yaitu sengketa proses pemilu sengketa hasil pemilu.

    Ā 

    • Lembaga yang berwenang: Mahkamah Konstitusi.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjutĀ di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
    2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang telah ditetapkan sebagai undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023;
    3. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyelesaian Tindak Pidana Pemilihan dan Pemilihan Umum;
    4. Peraturan Badan Pengawas Pemilu Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilu.

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Konstitusi No. 41/PHPU.D-VI/2008.

    Referensi:

    1. Laode Muhammad Aulia. Kompilasi Pasal Ketentuan Pidana Pemilu & Pemilihan. Bawaslu Provinsi Riau, 2021;
    2. M. Mahrus Ali et.al. Tafsir Konstitusional Pelanggaran Pemilukada yang Bersifat Sistematis, Terstruktur dan Masif. Jurnal Konstitusi, Vol. 9, No. 1, 2012;
    3. Moh. Mahfud MD. Landmark Decisions Mahkamah Konstitusi. Disampaikan pada Bimtek Pemilukada 2017 di Pusdiklat MK-RI Cisarua, Bogor, 1 November 2017.

    [1] Pasal 461 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (ā€œUU Pemiluā€)

    [2] Pasal 463 ayat (1) UU Pemilu

    [3] Pasal 56 ayat (1) Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilihan Umum (ā€œPeraturan Bawaslu 8/2022ā€)

    [4] Pasal 56 ayat (2) Peraturan Bawaslu 8/2022

    [5] Moh. Mahfud MD. Landmark Decisions Mahkamah Konstitusi. Disampaikan pada Bimtek Pemilukada 2017 di Pusdiklat MK-RI Cisarua, Bogor, 1 November 2017, hal. 1

    [6] Moh. Mahfud MD. Landmark Decisions Mahkamah Konstitusi. Disampaikan pada Bimtek Pemilukada 2017 di Pusdiklat MK-RI Cisarua, Bogor, 1 November 2017, hal. 3

    [7] M. Mahrus Ali et.al. Tafsir Konstitusional Pelanggaran Pemilukada yang Bersifat Sistematis, Terstruktur dan Masif. Jurnal Konstitusi Vol. 9, No. 1, 2012, hal. 224.

    [8] Pasal 461 ayat (6) dan Pasal 463 ayat (5) UU Pemilu

    [9] Laode Muhammad Aulia. Kompilasi Pasal Ketentuan Pidana Pemilu & Pemilihan. Bawaslu Provinsi Riau, 2021, hal. 4

    [10] Laode Muhammad Aulia. Kompilasi Pasal Ketentuan Pidana Pemilu & Pemilihan. Bawaslu Provinsi Riau, 2021, hal. 4

    [11] Pasal 473 UU Pemilu

    Tags

    pemilu 2024
    pemilu

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara dan Biaya Mengurus Perceraian Tanpa Pengacara

    25 Apr 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!