Logo hukumonline
KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Begini Perbedaan Suap dan Gratifikasi

Share
Pidana

Begini Perbedaan Suap dan Gratifikasi

Begini Perbedaan Suap dan Gratifikasi
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol

Bacaan 7 Menit

Article Klinik

PERTANYAAN

Bagaimana batasan dan perbedaan suap dan gratifikasi? Terima kasih.

Daftar Isi

    INTISARI JAWABAN

    Singkatnya perbedaan suap dan gratifikasi adalah terkait ada tidaknya meeting of minds. Selain itu, suap dapat berupa janji, sedangkan gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas dan bukan janji. Namun demikian, gratifikasi dapat dianggap pemberian suap. Apa alasan yang mendasarinya?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Perbedaan Antara Suap dengan Gratifikasi yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H., dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 23 Desember 2011.

    KLINIK TERKAIT

    Dapatkah Menyelewengkan Uang Perusahaan Dijerat dengan Pasal Korupsi?

    04 Mei, 2023

    Dapatkah Menyelewengkan Uang Perusahaan Dijerat dengan Pasal Korupsi?

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Tindak Pidana Suap

    Apa itu suap dan contohnya? Sepanjang penelusuran kami pengertian perbuatan suap dapat Anda temukan dalam UU 11/1980 berikut ini.

    1. Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp15 juta.[1]
    1. Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp15 juta.[2]
    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Selain itu, tindak pidana suap juga dapat dikenai hukuman berdasarkan UU 31/1999 dan perubahannya dengan rumusan sebagai berikut.

    Pasal 5 UU 20/2001

    (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

    a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau

    b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

    (2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

    Pasal 11 UU 20/2001

    Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

    Tindak Pidana Gratifikasi

    Selanjutnya yang dimaksud gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni contoh gratifikasi adalah meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Contoh gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.[3]

    Kapan gratifikasi dinyatakan suap? Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:[4]

    1. yang nilainya Rp10 juta atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
    2. yang nilainya kurang dari Rp10 juta, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.

    Bagaimana sanksi pidananya? Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi dikenai pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.[5]

    Namun ketentuan pidana gratifikasi di atas tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“KPK”), yaitu wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. KPK dalam waktu paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara.[6]

    Berikut contoh-contoh gratifikasi yang berkembang dalam praktik yang wajib dilaporkan oleh penerima gratifikasi pada KPK, antara lain gratifikasi yang diterima:[7]

    1. terkait dengan pemberian layanan pada masyarakat;
    2. terkait dengan tugas dalam proses penyusunan anggaran;
    3. terkait dengan tugas dalam proses pemeriksaan, audit, monitoring dan evaluasi;
    4. terkait dengan pelaksanaan perjalanan dinas (di luar penerimaan yang sah/resmi dari instansi);
    5. dalam proses penerimaan/promosi/mutasi pegawai;
    6. dalam proses komunikasi, negosiasi dan pelaksanaan kegiatan dengan pihak lain terkait dengan pelaksanaan tugas dan kewenangannya;
    7. sebagai akibat dari perjanjian kerjasama/kontrak/kesepakatan dengan pihak lain yang bertentangan dengan undang-undang;
    8. sebagai ungkapan terima kasih sebelum, selama atau setelah proses pengadaan barang dan jasa;
    9. dari pejabat/pegawai atau pihak ketiga pada hari raya keagamaan;
    10. dalam pelaksanaan pekerjaan yang terkait dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban/tugasnya.

    Perbedaan Suap dan Gratifikasi 

    Jadi, tampak jelas bahwa suap dapat berupa janji, sedangkan gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas dan bukan janji. Kemudian, dalam suap ada unsur intensi atau maksud untuk mempengaruhi pejabat publik dalam pengambilan kebijakan maupun keputusannya.

    Sedangkan untuk gratifikasi, diartikan sebagai pemberian dalam arti luas, namun dapat dianggap sebagai suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

    Prof. Eddy Omar Syarif, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sekaligus Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada menerangkan perbedaan gratifikasi dan suap terletak pada ada atau tidak meeting of minds pada saat penerimaan. Pada tindak pidana suap, terdapat meeting of minds antara pemberi dan penerima suap, sedangkan pada tindak pidana gratifikasi tidak terdapat meeting of minds antara pemberi dan penerima. Meeting of minds merupakan nama lain dari konsensus atau hal yang bersifat transaksional.[8]

    Disarikan dari Gratifikasi dan Suap, Apa sih Bedanya? Beliau mencontohkan, misalnya jika ada seseorang yang datang menemui atasannya untuk minta dipromosikan, lalu orang itu mengiming-imingi sesuatu jika dirinya berhasil dipromosikan. Jika itu terjadi, bisa disebut sebagai perbuatan suap menyuap. Karena ada meeting of minds, terjadi kesepakatan.

    Lain halnya jika berdasarkan suatu kewenangan seseorang diangkat dalam suatu jabatan, setelah itu ia datang memberikan sesuatu kepada orang yang mengangkat jabatannya, ini dinamakan gratifikasi, bukan suap menyuap. Karena tidak ada tidak meeting of minds, tidak ada kesepakatan sebelumnya.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap;
    2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

    Referensi:

    1. Gratifikasi dan Suap, Apa sih Bedanya?, yang diakses pada 23 Mei 2023, pukul 08.56 WIB;
    2. KPK. Pengantar Gratifikasi. Jakarta: Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Kedeputian Bidang Pencegahan, 2015.

    [1] Pasal 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap (“UU 11/1980”)

    [2] Pasal 3 UU 11/1980

    [3] Penjelasan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU 20/2001”)

    [4] Pasal 12B ayat (1) UU 20/2001

    [5] Pasal 12B ayat (2) UU 20/2001

    [6] Pasal 12C ayat (1), (2), dan (3) UU 20/2001

    [7] KPK. Pengantar Gratifikasi. Jakarta: Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Kedeputian Bidang Pencegahan, 2015, hal. 85-86

    [8] KPK. Pengantar Gratifikasi. Jakarta: Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Kedeputian Bidang Pencegahan, 2015, hal. 16

     

    TAGS

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    KLINIK TERBARU

    Lihat Semua