Intisari :
Pengendara mobil dikatakan bersalah apabila melanggar rambu-rambu yang disediakan atau dalam hal ini melintasi jalur kereta api tanpa hak yang membahayakan perjalanan kereta api, sebagaimana disebutkan di Pasal 181 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (“UU Perkeretaapian”) sanksinya adalah pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 15 juta. Sanksi lain terdapat di Pasal 296 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”), yaitu terhadap pengendara kendaraan bermotor yang tidak berhenti pada perlintasan antara kereta api ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau mengabaikan isyarat. Terhadap pengendara tersebut dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 750 ribu. Namun jika pengendara mobil tersebut melintas karena tidak ada rambu-rambu sebagaimana dimaksud, atau tidak ada yang memperingatinya, sehingga ia tidak mengetahui bahwa ada kereta yang akan melintas, jelas kesalahan ada di pihak penyelenggara prasarana perkeretaapian karena pihak tersebutlah yang memiliki hak dan wewenang untuk mengatur, mengendalikan, dan mengawasi perjalanan kereta api maupun mendahulukan perjalanan kereta api di perpotongan sebidang dengan jalan. Bagaimana dengan tanggung jawab petugas penjaga perlintasan dan masinis? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Berada di ruang manfaat jalur kereta api;
Menyeret, menggerakkan, meletakkan, atau memindahkan barang di atas rel atau melintasi jalur kereta api; atau
Menggunakan jalur kereta api untuk kepentingan lain, selain untuk angkutan kereta api.
Berdasarkan Pasal 1 angka 4 UU Perkeretaapian, jalur kereta api adalah jalur yang terdiri atas rangkaian petak jalan rel yang meliputi ruang manfaat jalur kereta api, ruang milik jalur kereta api, dan ruang pengawasan jalur kereta api, termasuk bagian atas dan bawahnya yang diperuntukkan bagi lalu lintas kereta api.
berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain;
mendahulukan kereta api; dan
memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel.
Pemakai jalan wajib mematuhi semua rambu-rambu jalan di perpotongan sebidang.
[1] Pintu perlintasan yang dimaksud pada perpotongan sebidang berfungsi untuk mengamankan perjalanan kereta api.
[2]
Dalam hal terjadi pelanggaran atas ketentuan di atas yang menyebabkan kecelakaan, maka hal ini bukan merupakan kecelakaan perkeretaapian.
[3]
Pengendara mobil dikatakan bersalah apabila melanggar rambu-rambu yang disediakan atau dalam hal ini melintasi jalur kereta api tanpa hak yang membahayakan perjalanan kereta api, sebagaimana disebutkan di Pasal 181 ayat (1) UU Perkeretaapian sanksinya adalah pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 15 juta.
[4]
Sanksi lain terdapat di Pasal 296 UU LLAJ, yaitu terhadap pengendara kendaraan bermotor yang tidak berhenti pada perlintasan antara kereta api dan jalan ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain. Terhadap pengendara tersebut dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 750 ribu.
Oleh karena itu, siapa yang salah dalam kasus Anda memang perlu dilakukan penyidikan lebih lanjut untuk membuktikannya karena bisa saja tertabraknya mobil di perlintasan kereta api disebabkan karena pengemudinya tidak mendahulukan kereta api atau tetap melintas pada saat sinyal dan isyarat sudah diberikan.
Pada Pasal 296 UU LLAJ dapat dicermati, meskipun tidak secara langsung membahayakan keselamatan perjalanan kereta api, namun apabila si pengendara tidak mengikuti rambu yang ditetapkan, atau dengan kata lain tetap melintas pada saat sinyal dan isyarat sebagaimana dimaksud sudah diberikan (meskipun tidak tertabrak kereta karena kereta masih jauh jaraknya), maka pengendara tersebut tetap dikenakan sanksi sesuai pasal ini.
Namun jika pengendara mobil tersebut melintas karena tidak ada rambu-rambu sebagaimana dimaksud, atau tidak ada yang memperingatinya, sehingga ia tidak mengetahui bahwa ada kereta yang akan melintas, jelas kesalahan ada di pihak penyelenggara prasarana perkeretaapian karena pihak tersebutlah yang memiliki hak dan wewenang untuk mengatur, mengendalikan, dan mengawasi perjalanan kereta api maupun mendahulukan perjalanan kereta api di perpotongan sebidang dengan jalan.
[5]
Atau jika kesalahannya atas kelalaian dari petugas penjaga perlintasan, maka sanksi untuk pihak yang ditugaskan pada perlintasan rel kereta tersebut adalah pidana penjara paling lama lima tahun, atau pidana kurungan selama-lamanya satu tahun, sebagaimana diatur di Pasal 359
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), dalam rumusan pasal tersebut terdapat frasa “
Barangsiapa karena kekhilafannya menyebabkan orang mati”.
Selain itu, terhadap masinis yang telah diberikan peringatan juga perlu diselidiki lebih lanjut, apakah masinis tersebut sudah mengikuti prosedur yang ada atau tidak. Jika lalai karena tidak mengikuti prosedur, maka masinis tersebut dapat dipidana sebagaimana disebutkan Pasal 361 KUHP, yaitu:
Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan.
Pada penjelasan Pasal 361 KUHP, dalam buku KUHP dan Penjelasannya oleh R. Sughandi (hal. 374- 375), ia berpendapat bahwa yang dapat dikenakan Pasal 361 KUHP misalnya: dokter, bidan, ahli obat, pengemudi kendaraan bermotor, masinis kereta api, yang sebagai orang ahli dalam pekerjaan mereka masing-masing, dianggap harus lebih berhati-hati dalam melakukan pekerjaannya. Apabila mereka itu mengabaikan (melalaikan) peraturan-peraturan atau keharusan-keharusan yang dituntut oleh pekerjaannya sehingga menyebabkan matinya orang (Pasal 359) atau mengakibatkan orang luka berat (Pasal 360) maka selain hukumannya diperberat, dapat pula dicabut haknya melakukan pekerjaan itu dan diumumkan keputusannya.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Referensi:
R. Sughandi. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Penjelasannya. Surabaya: Usaha Nasional, 1981.
[1] Pasal 110 ayat (2) PP 72/2009
[2] Pasal 110 ayat (4) PP 72/2009
[3] Pasal 110 ayat (3) PP 72/2009
[4] Pasal 199 UU Perkeretaapian
[5] Pasal 90 UU Perkeretaapian