Saya memenangkan kasus perdata atas sebidang tanah terhadap (sebut saja) si A dan telah memiliki keputusan pengadilan dan sudah eksekusi. Namun ada pihak lain (sebut saja si B) yang menyerobot tanah saya tersebut. Apakah keputusan perdata yang saya peroleh terhadap si A juga berlaku terhadap si B, sehingga si B tidak bisa seenaknya menyerobot tanah saya dengan menggunakan bukti bukti lain? Apakah keputusan perdata yang saya peroleh dari si A dapat saya gunakan untuk mempidanakan si B yang kemudian menyerobot tanah saya tersebut?
Terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Sebelum kami menjawab pertanyaan Saudara, akan kami jabarkan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan putusan hakim. Lebih lanjut, apabila kita mengacu kepada Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, tidak diketemukan mengenai pengertian atau batasan terhadap putusan hakim, ketentuan-ketentuan tersebut di atas pada dasarnya hanya menentukan hal-hal yang harus ada dan dimuat oleh putusan hakim, namun dalam pelaksanaannya terdapat beberapa doktrin dan pandangan dari para ahli terhadap pengertian putusan hakim, sebagai berikut:
I.Rubini dan Chaidir Ali, dalam buku Pengantar Hukum Acara Perdata (hal 105) merumuskan bahwa:
“Keputusan hakim itu merupakan suatu akta penutup dari suatu proses perkara dan putusan hakim itu disebut Vonnis yang menurut kesimpulan-kesimpulan terakhir mengenai hukum dari hakim serta memuat pula akibat-akibatnya.”
II.Sudikno Mertokusumo, dalam buku Hukum Acara Perdata (hal. 174) merumuskan bahwa:
“Suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat yang diberi wewenang itu, diucapkan di persidangan, dan bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak.”
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
“Putusan pengadilan adalah putusan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan di persidangan yang terbuka untuk umum serta bertujuan untuk menyelesaikan dan/atau mengakhiri gugatan”
Terhadap permasalahan yang telah menimpa Saudara sebagaimana tertuang di dalam pertanyaan Saudara, maka kami mengasumsikan bahwa putusan perdata tentang sengketa kepemilikan tanah yang Saudara menangkan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).Apabila merujuk pada penjelasan Pasal 195 Reglemen Indonesia yang Diperbaharui(“HIR”) sebagai ketentuan hukum acara perdata di Indonesia, maka putusan dapat dikatakan telah memiliki kekuatan hukum yang tetap setelah:
Dalam perkara perdata oleh karena pihak yang menang telah memperoleh keputusan hakim yang menghukum pihak lawannya maka ia berhak dengan alat-alat yang diperbolehkan oleh undang-undang untuk memaksa pihak lawan guna mematuhi keputusan hakim itu. Hak ini memang sudah selayaknya, sebab kalau tidak ada kemungkinan untuk memaksa orang yang dihukum maka peradilan akan tidak ada gunanya.
Dalam hal ini tidak ada jalan lain bagi pihak yang menang dari pada menggunakan haknya itu dengan perantaraan hakim untuk melaksanakan putusan tersebut, akan tetapi putusan itu harus benar-benar telah dapat dijalankan, telah memperoleh kekuatan pasti, artinya semua jalan hukum untuk melawan keputusan itu sudah dipergunakan, atau tidak dipergunakan karena lewat waktunya, kecuali kalau putusan itu dinyatakan dapat dijalankan dengan segera, walaupun ada perlawanan, banding atau kasasi.
Dengan adanya putusan pengadilan maka ada kepastian hak dan kepastian hukum tentang sesuatu persoalan dalam perkara yang telah diputuskan itu. Putusan pengadilan yang tertuang dalam bentuk tertulis ini merupakan akta otentik, yang dapat digunakan sebagai alat bukti oleh pihak-pihak yang berperkara, baik dalam pelaksanaan upaya hukum (Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali), ataupun dalam pelaksanaannya.
Lebih lanjut lagi, terhadap siapakah putusan yang telah berkekuatan hukum mempunyai daya mengikat? Berdasarkan ketentuan Pasal 1917 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”), daya kekuatan mengikat dari putusan a quo hampir tidak berbeda dengan yang terdapat dalam Pasal 1340 KUHPer, tentang asas kontrak partai (party-contract), yaitu perikatan hanya berlaku kepada pihak-pihak yang membuatnya. Dengan demikian daya kekuatan mengikat tersebut mengikat kepada para pihak yang terlibat dalam perkara, meliputi ahli waris dan orang-orang yang mendapat hak dari mereka, sepanjang mengenai hubungan hukum yang ditentukan di dalamnya, serta TIDAK MEMPUNYAI DAYA MENGIKAT KEPADA PIHAK KETIGA. Terhadap pihak ketiga sendiri daya kekuatan hukum pembuktiannya bersifat bebas (vrij beweijsgkracht) atau dapat membuktikan dengan bukti yang dimilikinya melalui proses peradilan perdata TANPA MENGGANGGU HAK ATAUPUN PUTUSAN DARI PIHAK PERTAMA SEBELUM MENDAPATKAN KEPUTUSAN BERKEKUATAN HUKUM TETAP YANG MEMUTUSKAN SEBALIKNYA.
Apabila Saudara sudah memiliki putusan berkekuatan hukum tetap, terhadap sengketa kepemilikan tanah terdahulu yang telah menjadi hak Saudara, maka sebaiknya Saudara segera meningkatkan putusan tersebut menjadi bukti kepemilikan tanah yang sah dan berlaku, yaitu SERTIFIKAT HAK MILIK (SHM) pada Badan Pertanahan Nasional.Terhadap bukti kepemilikan tersebut apabila terjadi penyerobotan terhadap aset maupun tanah yang Saudara miliki, maka Saudara dapat melaporkan yang bersangkutan kepada aparat kepolisian untuk dapat diproses lebih lanjut.
Hal ini sekaligus menjawab pertanyaan Saudara apakah bisa putusan perdata atas perkara yang lain digunakan sebagai dasar untuk mempidanakan perkara penyerobotan tanah. Putusan dari perkara terdahulu yang telah inkracht tentu saja dapat digunakan sebagai salah satu alat bukti dalam mengajukan laporan pidana Saudara. Namun tentu saja pembuktian apakah seorang bersalah atau tidak harus melalui proses persidangan terlebih dahulu sampai dengan akhirnya memperoleh putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap juga nantinya.
Demikian yang bisa saya jelaskan, semoga menjawab pertanyaan Saudara. Terima kasih.