Salam hormat. Saya adalah salah satu pengurus serikat pekerja pada sebuah perusahaan di mana kami sudah mempunyai PKB. Namun dalam sebuah kesempatan direktur membuat sebuah aturan dengan menerbitkan SK Direktur. Bagaimana kekuatan atau legalitas dari SK Direktur tersebut? Mohon penjelasan, terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Perjanjian Kerja Bersama (“PKB”) adalah perjanjian yang merupakan – kesepakatan – hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh (labor union) dengan pengusaha (entrepreneur) yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban serta tata tertib perusahaan (videPasal 1 angka 21 jo Pasal 124 ayat [1] UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan/”UU Ketenagakerjaan”)). Akan tetapi tidak semua syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban serta tata tertib perusahaan dimaksud, bisa diatur dalam PKB secara komprehensif dan rinci.
Ada beberapa klausul yang dapat atau perlu dimanatkan untuk diatur lebih lanjut –secara teknis – oleh manajemen, dalam hal ini oleh Direksi (atau istilah Saudara, dengan SK Direktur). Selain itu, ada juga hal-hal tertentu yang pada dasarnya memang “wilayah” kewenangan dan tanggung jawab manajemen untuk mengaturnya, walaupun hal tersebut menyangkut dan berkaitan dengan pekerja/buruh atau karyawan (videPasal 92 ayat [2] jo Pasal 97 ayat [2] UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas/”UUPT”).
Sebagai contoh, ketentuan yang mengatur pemberian bonus atau insentif akhir tahun untuk karyawan. Ketentuan tersebut (dalam PKB) hanya diatur secara umum, kemudian biasanya diamanatkan untuk diatur lebih lanjut dengan SK Direksi, khususnya apabila pemberian bonus atau insentif dimaksud didasarkan pada penilaian manajemen (Divisi HR/Sumber Daya Manusia) terhadap masing-masing karyawan sesuai dengan tingkat produktivitas atau kinerjanya. Maka atas dasar klausul tersebut, Direksi menerbitkan SK Pemberian Bonus dan Insentif Akhir Tahun yang mengatur berbagai varian dan klasifikasi karyawan serta besaran nilai (bonus/insentif) yang diterima setiap karyawan.
Contoh lain, ketentuan yang mengatur mengenai kewenangan pemberian surat peringatan (SP) yang – mungkin – diatur dalam PKB secara umum. Sesuai ketentuan Pasal 92 ayat (2) jo Pasal 97 ayat (2) UUPT tersebut di atas, bahwa pada prinsipnya yang berwenang memberikan SP kepada karwayan yang ingka-janji atau wanprestasi (sebagaimana tercantum dalam Pasal 161 UU Ketenagakerjaan) adalah Direksi atau salah seorang anggota Direksi yang terkait. Namun, dalam hal jumlah karyawan suatu perusahaan relatif banyak/besar, maka tentunya kewenangan tersebut dilimpahkan dan didelegasikan kepada pejabat (pada jabatan tertentu) yang menangani sumber daya manusia. Bagimana pelaksanaan mekanisme pendelegasiannya, sangat tergantung pada kebijakan Direksi, apakah diserahkan semuanya kepada HR Manager atau didelegasikan kepada masing-masing atasan langsungnya secara berjenjang.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Selain itu, ketentuan-ketentuan mengenai mekanisme pengambilan hak cuti, tata cara permohonan izin (tidak masuk/terlambat masuk kerja), pedoman waktu kerja dan waktu istirahat atau ketentuan mengenai waktu kerja lembur serta upah kerja lembur dan lain sebagaimanya, semua itu perlu diatur teknis pelaksanaannya oleh pihak manajemen.
Dengan demikian, apabila Direksi/anggota Direksi membuat suatu aturan - dengan menerbitkan SK Direksi- yang merupakan amanat PKB, tentunya sah-sah saja SK Direksi dimaksud, karena ada amanat dan rujukannya. Demikian juga kalau terbit SK Direksi yang mengatur suatu hal yang memang merupakan “wilayah” kewenangan Direksi, walau terkait dan berkenaan dengan karyawan – dan tanpa dimanatkan oleh PKB –, maka menurut hemat kami, kekuatan atau legalitas SK Direksi tersebut sah adanya. Walaupun ada beberapa hal-hal teknis tertentu yang pengaturannya (dengan SK Direksi) harus dilakukan koordinasi dan komunikasi atau bahkan kesepakatan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan manajemen.
Demikian opini kami, semoga dapat dimengerti.
Dasar hukum:
1.Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2.Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
3.Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-48/Men/IV/2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan PP serta Pembuatan dan Pendaftaran PKB.