Di samping upaya hukum bisa seperti banding dan kasasi, terdapat upaya-upaya hukum luar biasa yaitu, peninjauan kembali karena adanya novum (bukti baru). Mahkamah Agung memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir atas putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap berdasarkan alasan-alasan yang diatur dalam Bab IV Bagian Keempat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (“UU MA”).[1]
Sehingga, peninjauan kembali ini bukan merupakan Peradilan Tingkat IV dan juga tidak dapat menunda pelaksanaan eksekusi atas putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan hanya satu kali dan tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan. Ketentuan ini tertuang secara tegas dalam Pasal 66 ayat (1) dan (2) UU MA.
Alasan-alasan Permohonan Peninjauan Kembali
Berikut ini alasan-alasan untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap:[2]
- apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
- apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
- apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut;
- apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
- apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;
- apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Jika Termohon Peninjauan Kembali Meninggal Dunia
Sebelumnya perlu Anda pahami bunyi Pasal 68 ayat (2) UU MA sebagai berikut:
Apabila selama proses peninjauan kembali pemohon meninggal dunia, permohonan tersebut dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya.
Hal ini dapat ditafsirkan berlaku pula bagi termohon, apabila termohon peninjauan kembali telah meninggal dunia, tentunya termohon dapat pula digantikan oleh ahli warisnya.
Jika ahli waris lebih dari 1, maka salah satu ahli waris akan bertindak untuk dan atas nama serta mewakili kepentingan hukum seluruh ahli waris dalam rangka membela kepentingan hukum termohon. Penggantian ini bukan merupakan hak tetapi merupakan kewajiban hukum.
Baca juga: Langkah Hukum Jika Penggugat yang Kalah Meninggal Dunia
Lalu bagaimana implementasi permohonan peninjauan kembali dalam praktiknya? Pengajuan permohonan peninjauan kembali tak sedikit yang mengajukannya meskipun tahu bahwa sangat kecil kemungkinan akan dikabulkan.
Dalam praktiknya, alasan utama diajukannya peninjauan kembali ialah agar supaya eksekusi putusan kasasi yang bersangkutan dapat ditunda, oleh karenanya biasanya disertai suatu permohonan penundaan eksekusi.
Padahal, Pasal 66 ayat (2) UU MA menyatakan suatu permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan.
Dari pengamatan penulis, Mahkamah Agung pun berulang kali memerintahkan kepada Pengadilan Negeri untuk menunda suatu eksekusi putusan kasasi dengan alasan adanya permohonan peninjauan kembali. Hal ini justru menunjukkan sikap inkonsistensi karena tak sesuai dengan bunyi ketentuan Pasal 66 ayat (2) MA tersebut.
Baca juga: Apakah Upaya Hukum PK Dapat Menunda Eksekusi?
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.