4 Catatan Komnas Perempuan Atas RUU Perlindungan Masyarakat Hukum Adat
Terbaru

4 Catatan Komnas Perempuan Atas RUU Perlindungan Masyarakat Hukum Adat

Periode 2020-2022, Komnas Perempuan menerima 13 pengaduan tentang kondisi perempuan adat dalam konflik sumber daya alam (SDA) di berbagai wilayah.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Para perempuan pembela HAM yang berjuang untuk MHA juga rentan mengalami kriminalisasi. Periode 2005-2022, Komnas Perempuan mencatat lebih dari 50 kasus dimana mereka menghadapi ancaman pidana sampai pembunuhan.

Andy mengingatkan hak-hak perempuan sebagaimana diamanatkan konstitusi dan instrumen HAM internasional mencakup aspek hidup yang luas. Hak-hak dasar antara lain hak atas air bersih dan sanitasi (pasal 28A UUD NKRI Tahun 1945), lingkungan yang baik dan sehat (pasal 28H ayat (1) UUD NKRI Tahun 1945). Hak berekspresi secara damai dan tanpa kekerasan serta atas informasi (pasal 28E ayat (3) dan 28F UUD NKRI Tahun 1945; Kovenan Sipil Politik Pasal 19 ayat (2)).

Oleh karena itu Andy mendesak pemerintah dan DPR untuk segera menyusun agenda perlindungan perempuan masyarakat adat melalui RUU MHA. Komnas Perempuan merekomendasikan sedikitnya 4 hal. Pertama, pengakuan terhadap MHA adalah mandat konstitusi. Sehingga hadirnya UU khusus akan memastikan jaminan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat.

Juga, sebagai momentum untuk penataan hubungan negara dan masyarakat adat dalam bingkai masa depan yang berpegang pada prinsip keadilan. Termasuk di dalamnya keadilan gender, menjunjung tinggi demokrasi dan HAM, perlakuan tanpa diskriminasi dan berpihak kepada lingkungan hidup guna memastikan jaminan keadilan antar generasi.

Kedua, UU MHA diharapkan dapat mengatasi masalah sektoralisme di berbagai lembaga negara yang berhubungan dengan masyarakat adat, termasuk masalah perizinan dan konflik lahan adat. Ketiga, UU khusus masyarakat adat sebagai bentuk regulasi afirmatif untuk memastikan masyarakat adat sebagai subjek hukum dapat diakui oleh negara secara mudah dan cepat agar hak-hak lain terkait dapat dipenuhi oleh negara.

Keempat, UU MHA diharapkan dapat menjadi payung hukum untuk memberikan jaminan pengakuan dan perlindungan bagi hak-hak perempuan adat secara utuh. Baik sebagai individu maupun kolektif yang menjadi kekhasan atau kekhususan yang melekat pada identitas perempuan adat.

Menurut Andy, pengaturan spesifik hak perempuan adat dalam UU MHA berfungsi untuk menegaskan pengakuan pada peran dan andil perempuan adat sebagai pemilik kekayaan pengetahuan tradisi dan spiritualisme yang dapat menjadi salah satu modalitas sosial, ekonomi dan budaya bangsa. Sekaligus menguatkan proses transformasi masyarakat patriarkis dalam memastikan penyelesaian adat untuk menghadirkan keadilan dan pemulihan perempuan korban kekerasan.

Tak ketinggalan, Andy menegaskan pembahasan RUU MHA perlu melibatkan secara aktif masyarakat sipil. Khususnya mendengarkan dan menerima masukan perempuan masyarakat adat dan perempuan pembela HAM yang berjuang di isu masyarakat adat.

Tags:

Berita Terkait