5 Kelemahan Pasal Pelanggaran HAM Berat dalam KUHP Baru
Terbaru

5 Kelemahan Pasal Pelanggaran HAM Berat dalam KUHP Baru

Mulai tidak menjelaskan definisi frasa “sistematis dan meluas” hingga ancaman pidana penjara dalam KUHP baru lebih rendah dibandingkan UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Menkumham Yasonna H Laoly dan Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto saat pengesahan RUU KUHP menjadi UU, Selasa (6/12/2022). Foto: RES
Menkumham Yasonna H Laoly dan Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto saat pengesahan RUU KUHP menjadi UU, Selasa (6/12/2022). Foto: RES

Pemerintah dan DPR telah sepakat mengundangkan UU KUHP walau banyak kalangan masyarakat sipil dan lembaga independen negara menyoroti berbagai substansi yang dinilai masih bermasalah. Divisi Pemantauan KontraS, Tioria Pretty, mengatakan RUU KUHP yang disepakati pemerintah dan DPR untuk menjadi UU KUHP itu luput mengatur sejumlah hal terkait pelanggaran HAM berat.

Setidaknya ada 5 hal yang perlu diatur KUHP karena selama ini belum ada ketentuannya dalam UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Pertama, Pasal 599 KUHP baru tidak menjelaskan definisi “sistematis dan meluas” terkait tindak pidana kejahatan kemanusiaan atau dalam Pasal 9 UU No.26 Tahun 2000 disebut dengan kejahatan terhadap kemanusiaan. Tioria menilai ketentuan tersebut akan ditafsirkan sesuai dengan keinginan aparat penegak hukum. Adanya penjelasan terhadap frasa “sistematis dan meluas” dapat membantu aparat membuktikan unsur kejahatan kemanusiaan.

Kedua, KUHP juga nihil memberi penjelasan terhadap semua bentuk kejahatan yang berkaitan dengan pelanggaran HAM berat. Misalnya, tidak ada penjelasan tentang perbudakan, perdagangan orang, dan penghilangan paksa yang masuk dalam kejahatan kemanusiaan. Begitu juga istilah “presekusi” yang digunakan Pasal 599 huruf c KUHP, nihil penjelasan, sehingga tidak jelas definisi yang akan digunakan sebagai acuan.

“Peraturan nasional yang ada saat ini belum ada penjelasan tentang presekusi. Istilah itu ada dalam hukum internasional yang tidak diadopsi KUHP baru,” kata Tioria dalam diskusi bertema “Tindak Pidana Berat Terhadap HAM di KUHP”, Selasa (6/12/2022).

Baca Juga:

Begitu pula dengan istilah penghilangan paksa yang tidak ada penjelasannya dalam Pasal 599 KUHP. Tioria menekankan perlu ada penjelasan yang menegaskan arti penghilangan paksa yang dimaksud, sehingga bisa dibedakan dengan penculikan. Pedoman terhadap istilah penghilangan paksa juga tidak jelas karena sampai sekarang pemerintah dan DPR belum merevisi Konvensi Anti Penghilangan Paksa.

Ketiga, asas khusus yang diperlukan dalam penegakan hukum pelanggaran HAM berat juga luput diatur KUHP. Misalnya, KUHP mengatur perintah jabatan sebagai alasan pembenar dan melaksanakan perintah dengan iktikad baik sebagai alasan pemaaf. Sebaliknya dalam pelanggaran HAM berat seperti genosida, penghilangan paksa, dan kejahatan kemanusiaan perintah jabatan dan melaksanakan perintah dengan iktikad baik itu tidak bisa dijadikan alasan pembenar dan pemaaf. Penegasan itu tidak ada dalam KUHP dan UU No.26 Tahun 2000.

Tags:

Berita Terkait