Anak Hasil Perkawinan Siri Berhak Menjadi Ahli Waris? Ini Penjelasan Hukumnya
Terbaru

Anak Hasil Perkawinan Siri Berhak Menjadi Ahli Waris? Ini Penjelasan Hukumnya

Anak luar kawin yang berhak mendapatkan warisan dari ayahnya adalah anak luar kawin yang diakui oleh ayahnya (pewaris) atau anak luar kawin yang disahkan pada waktu dilangsungkannya perkawinan antara kedua orang tuanya.

Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit
Anak Hasil Perkawinan Siri Berhak Menjadi Ahli Waris? Ini Penjelasan Hukumnya
Hukumonline

Anak hasil perkawinan siri terus menjadi perdebatan panjang, tidak adanya pencatatan perkawinan membuat anak hasil perkawinan siri hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya atau keluarga ibunya.

Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam menyatakan, perkawinan adalah sah, apabila dilakukan sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal tersebut menjelaskan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu.

Namun, perkawinan tersebut harus dilaporkan dan dicatat di Kantor Urusan Agama atau Catatan Sipil. Tanpa adanya pencatatan resmi, maka anak yang lahir dari pernikahan tersebut atau pernikahan siri hanya akan memiliki hubungan hukum dengan ibu dan keluarga ibu.

Baca Juga:

Dalam Pasal 863 dan Pasal 873 KUHP, anak luar kawin yang berhak mendapatkan warisan dari ayahnya adalah anak luar kawin yang diakui oleh ayahnya (pewaris) atau anak luar kawin yang disahkan pada waktu dilangsungkannya perkawinan antara kedua orang tuanya.

Sementara itu, anak luar kawin yang tidak sempat diakui atau tidak pernah diakui oleh pewaris yaitu ayahnya, dijelaskan lebih lanjut dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 yang menguji Pasal 43 ayat  (1) UU Perkawinan.

Pasal tersebut menjelaskan, anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.

Karenanya, anak luar kawin tersebut dapat membuktikan diri sebagai anak kandung dari pewaris. Namun, pada Pasal 285 KUHP menyatakan, apabila terjadi pengakuan dari ayahnya, sehingga menimbulkan hubungan hukum antara pewaris dengan anak luar kawinnya, maka pengakuan anak luar kawin tidak boleh merugikan pihak istri dan anak kandung pewaris.

Pembuktian adanya hubungan hukum dari anak hasil perkawinan siri tidak menyebabkan anak tersebut dapat mewarisi dari ayah kandungnya meski telah dibuktikan melalui teknologi. Hal ini dikuatkan dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia, yang menyatakan bahwa anak hasil pernikahan siri hanya berhak atas wasiat wajibah.

Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa bahwa pernikahan di bawah tangan hukumnya sah selama terpenuhi syarat dan rukun nikah, akan tetapi haram jika menimbulkan mudharat atau dampak negatif.

Namun perkawinan siri dipandang tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan dan sering kali menimbulkan dampak negatif terhadap istri dan anak yang dilahirkan terkait hak nafkah dan hak waris. Penuntutan akan hak sering menimbulkan sengketa jika tidak adanya bukti resmi perkawinan yang sah.

Perkawinan siri menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan perkawinan yang tidak sah, karena perkawinan siri merupakan penyimpangan dari ketentuan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Perkawinan siri tidak dapat mengingkari adanya hubungan darah antara ayah biologis dan anak itu sendiri. Konsekuensi dari pernikahan siri adalah istri dan anak kapan saja dapat ditinggalkan suami, istri tidak dapat memenuhi tunjangan finansial untuk membesarkan anak, istri sering memikul tanggung jawab membesarkan anak sendiri, anak tidak punya hak waris atas harta benda peninggalan ayahnya, anak tidak punya status yang jelas tentang ayahnya sehingga sulit membuat akta kelahiran.

Dampak hukum dari pernikahan siri akan terasa ketika pernikahan siri mengalami perceraian, karena pihak pria yang melakukan pernikahan siri tidak mau bertanggung jawab atas biaya pendidikan dan kebutuhan anak.

Selain hak waris, anak-anak hasil pernikahan siri akan kesulitan mendapatkan akta kelahiran, sebab kedua orang tua tidak memiliki dokumen pernikahan atau akta nikah. Nikah siri tidak dapat disahkan oleh negara kecuali jika dilakukan penetapan atau pengesahan.

Tags:

Berita Terkait