​​​​​​​Anak Hukum Wajib Tahu! Dari Kekuatan Hukum Surat Pernyataan sampai Sifat-sifat Putusan
10 Artikel Klinik Terpopuler:

​​​​​​​Anak Hukum Wajib Tahu! Dari Kekuatan Hukum Surat Pernyataan sampai Sifat-sifat Putusan

​​​​​​​Apa saja hak pegawai kontrak yang di-PHK karena efisiensi hingga cara kerja tanda tangan elektronik juga dibahas Klinik Hukumonline.

RED
Bacaan 2 Menit
​​​​​​​Anak Hukum Wajib Tahu! Dari Kekuatan Hukum Surat Pernyataan sampai Sifat-sifat Putusan
Hukumonline

Sejak didirikan pada tahun 2000, Hukumonline.com melalui salah satu rubriknya Klinik Hukumonline telah menjadi medium terdepan dalam memberikan edukasi bagi berbagai permasalahan hukum yang ditemui masyarakat sehari-hari. Di sisi lain, berbagai isu hangat yang menjadi perhatian publik pun tak luput dari ulasan rubrik ini.

Sepanjang kiprahnya, Klinik Hukumonline juga telah menjadi rujukan para mahasiswa hukum untuk mendapatkan pengetahuan yang memadai dan mudah diakses di luar kelas. Terbukti, pada pekan ini, artikel-artikel seputar dasar-dasar ilmu hukum ‘merajai’ daftar artikel terpopuler Klinik.

Dari perbandingan kekuatan hukum surat pernyataan yang diketik dan ditulis tangan, hingga sifat-sifat putusan, ini dia 10 artikel Klinik yang wajib kamu baca!

  1. Surat Pernyataan Bertuliskan Tangan dengan Diketik, Lebih Kuat Mana?

Tidak ada ketentuan yang mengharuskan surat pernyataan ditulis tangan atau diketik. Sehingga di antara keduanya, tidak ada yang lebih superior (kuat) maupun inferior (lemah).

Surat pernyataan, baik ditulis tangan atau diketik, adalah akta yang dapat dijadikan alat bukti yang sah.

  1. Adakah Eksepsi Kewenangan Absolut dalam Gugatan Sederhana?

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana memang menyebutkan bahwadalam proses pemeriksaan gugatan sederhana tidak dapat diajukan eksepsi. Sehingga putusan gugatan sederhana yang menerima eksepsi tergugat dapat menjadi cacat hukum.

Namun di sisi lain, dalam hukum acara perdata, hakim secara ex-officio harus menyatakan diri tidak berwenang mengadili, jika memiliki cukup alasan objektif bahwa perkara termasuk dalam yurisdiksi absolut lingkungan peradilan lain.

  1. Force Majeur karena Perubahan Regulasi

Jika klausul keadaan memaksa (force majeur) dicantumkan dalam perjanjian, termasuk karena perubahan peraturan, dan memang pihak yang membuat perjanjian menurut hukum tidak lagi berkompeten untuk melakukan perbuatan hukum, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Dalam hal ini, para pihak menjadi tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum. Pihak yang tidak dapat melaksanakan prestasi tersebut seharusnya tidak dapat dituntut.

  1. Perbedaan Sifat Putusan Deklarator, Konstitutif, dan Kondemnator

Putusan deklarator, putusan konstitutif, dan putusan kondemnator adalah jenis putusan hakim ditinjau dari sifatnya.

Putusan deklarator atau deklaratif (declatoir vonnis) adalah penjelasan atau penetapan tentang sesuatu hak atau titel maupun status. Putusandeklarator berisi pernyataan atau penegasan tentang suatu keadaan atau kedudukan hukum semata-mata.

Putusan konstitutif (constitutief vonnis) adalah putusan yang memastikan suatu keadaan hukum, baik yang bersifat meniadakan suatu keadaan hukum maupun yang menimbulkan keadaan hukum baru.

Sedangkan, putusan kondemnator (condemnatoir) adalah putusan yang memuat amar yang menghukum salah satu pihak yang berperkara. Putusan yang bersifat kondemnator merupakan bagian yang tidak terpisah dari amar deklaratif atau konstitutif.

  1. Menyimpangi Anggaran Desa untuk Program Darurat, Termasuk Korupsi?

Penggunaan anggaran desa yang sebelumnya sudah dialokasikan untuk suatu program, namun karena adanya urgensi tertentu, sehingga anggaran tersebut dialokasikan untuk program lain adalah hal yang wajar sepanjang dilakukan sesuai mekanisme hukum yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Perubahan peruntukan anggaran tidak dapat langsung dikategorikan tindakan korupsi. Adanya dugaan korupsi dalam pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja desa yang menimbulkan kerugian keuangan negara harus dapat dibuktikan menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

  1. Langkah Hukum Terhadap Pemusnahan Barang Milik Penyewa Kos

Dari sudut pandang hukum pidana, tindakan merusak barang milik orang lain dapat dijerat dengan Pasal 406 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jo. Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.

Sedangkan secara perdata, tindakan perusakan barang penyewa tanpa hak digolongkan sebagai perbuatan melawan hukum yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Tindakan pemilik kos yang membakar ijazah, kartu keluarga, akta kelahiran, dan pakaian penyewa dapat dilaporkan ke pihak kepolisian. Atas kerugian yang timbul, penyewa juga dapat meminta ganti rugi terhadap pemilik kos, atas perbuatan melawan hukum.

  1. Hak Pegawai Kontrak yang Di-PHK Karena Efisiensi

Sesuai ketentuan Pasal 62 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT)/pegawai kontrak yang di-PHK dengan alasan efisiensi berhak atas upah, sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

  1. Pemanfaatan Tugas Kuliah Buatan Mahasiswa oleh Dosen

Tugas kuliah pada dasarnya dilindungi hak cipta. Mahasiswa yang membuat tugas kuliah tersebut adalah penciptanya.

Dosen tidak dapat mengklaim tugas kuliah yang dibuat oleh mahasiswanya, apalagi memanfaatkannya untuk kepentingan dosen sendiri. Jika dilakukan, yang bersangkutan dapat dikenai sanksi, seperti yang diatur Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

  1. Cara Kerja Tanda Tangan Elektronik

Tanda tangan digital dibuat dengan sistem kriptografi asimetris (asymmetric cryptography) dengan menggunakan infrastruktur kunci publik (public key infrastructure).

Bagaimana cara kerja dan pengaturannya? Klik penjelasannya pada tautan di atas!

  1. Izin Atasan Bagi PNS yang Menjadi Direksi/Komisaris

PNS, seperti Direktur Jenderal boleh saja menjadi pemegang saham, direksi ataupun komisaris di perusahaan. Meskipun demikian, PNS harus tetap memegang teguh etika, yaitu izin dari atasan tetap diperlukan guna mengantisipasi konflik kepentingan dan dengan cara memilih bidang usaha yang tidak terkait dengan pekerjaannya serta sesuai asas kepatutan, yaitu tidak mengganggu jam kerja.

Lalu, kepada siapa Direktur Jenderal memohon izin jika akan menjadi pemegang saham, direksi, atau komisaris? Baca di sini!

Demikian 10 artikel pilihan pembaca yang paling ‘laris’ sepanjang minggu ini. Jika kamu punya pertanyaan, silakan kirim pertanyaan ke http://www.hukumonline.com/klinik. Kamu perlu log in dahulu sebelum mengajukan pertanyaan. Tapi sebelum kirim, silakan cek arsip jawabannya dulu ya! Siapa tahu sudah pernah dijawab oleh tim Klinik.

Tags:

Berita Terkait