Bagaimana Hubungan Pajak Google Cs dengan Regulasi Baru Penentuan BUT?
Berita

Bagaimana Hubungan Pajak Google Cs dengan Regulasi Baru Penentuan BUT?

PMK ini memperjelas kepastian hukum terkait pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan di Indonesia, dengan menimbang model usaha yang melibatkan Subjek Pajak Luar Negeri yang terus berkembang

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Bagaimana Hubungan Pajak Google Cs dengan Regulasi Baru Penentuan BUT?
Hukumonline

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menerbitkan regulasi baru berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 35/PMK.03/2019 tentang Penentuan Badan Usaha Tetap (BUT). Aturan yang ditandatangani pada 1 April tersebut langsung berlaku sejak disahkan. Secara umum, aturan baru ini menjadi panduan sekaligus memberi kepastian hukum dalam menentukan BUT yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh).

 

Salah satu isu yang munjadi perhatian publik mengenai regulasi ini yaitu sehubungan dengan pajak perusahaan digital raksasa atau over the top (OTT). Seperti diketahui, perusahaan layanan OTT yang beroperasi di Indonesia antara lain Google, Facebook, WhatsApp dan sejenisnya. Badan hukum jenis perusahaan-perusahaan tersebut tercatat sebagai BUT asing. Dengan kata lain, regulasi pajak baru ini juga berdampak terhadap perusahaan-perusahaan digital raksasa tersebut.

 

Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo, mengatakan terbitnya aturan ini memberi kepastian hukum kepada perusahaan-perusahaan BUT sehubungan pajak. Sebelum terbitnya PMK ini, pengaturan detail mengenai BUT masih belum jelas. Sehingga, kondisi tersebut menimbulkan risiko kehilangan pajak dari perusahaan-perusahaan BUT tersebut. Menurutnya, PMK ini juga diperlukan untuk menjawab perkembangan model bisnis yang semakin beragam.

 

“Adanya PMK ini memperjelas kepastian hukum terkait pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan di Indonesia, dengan menimbang model usaha yang melibatkan Subjek Pajak Luar Negeri yang terus berkembang,” jelas Yustinus saat dikonfirmasi hukumonline, Senin (8/4).

 

Sehingga, Yustinus menjelaskan aturan ini akan berdampak positif terhadap peningkatan investasi di Indonesia. Sebab, pemerintah telah merinci lagi ketentuan BUT yang sebelumnya masih tercantum secara umum dalam UU PPh.

 

(Baca: Pemerintah Siapkan Regulasi Pajak Perusahaan Raksasa Digital)

 

Inti PMK tersebut menjelaskan BUT asing seperti Google dkk merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh Orang Pribadi Asing atau Badan Asing untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Kriteria BUT tersebut tercantum dalam Pasal 4 PMK 35/2019:

 

Pasal 4

  1. Bentuk usaha tetap merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh Orang Pribadi Asing atau Badan Asing untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
    1. adanya suatu tempat usaha (place of business) di Indonesia;
    2. tempat usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a bersifat permanen; dan
    3. tempat usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a digunakan oleh Orang Pribadi Asing atau Badan Asing untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
  2. Bentuk usaha sebagai berikut merupakan bentuk usaha tetap meskipun tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
    2. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
    3. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; dan
    4. agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia.
  3. Pengertian usaha atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup segala hal yang dilakukan untuk mendapatkan, menagih, atau memelihara penghasilan.

 

Lebih rinci, PMK ini juga mengatur ketentuan mengenai tempat usaha atau place of business sebagai tempat yang digunakan oleh Orang Pribadi Asing atau Badan Asing untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.

 

Setidaknya, terdapat 2 ayat dalam PMK yang dibuat khusus untuk mengatur lebih jelas kriteria mengenai tempat usaha, sebaliknya juga mengatur mengenai ketentuan yang membatasi kriteria tempat usaha sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai place of business dalam ketentuan BUT.

 

(Baca Juga: Pengamat Pajak Beberkan Dugaan Modus Google)

 

PMK ini menjelaskan bahwa sepanjang tempat usaha tersebut tersedia untuk digunakan sehingga Orang Pribadi Asing atau Badan Asing memiliki akses yang tidak terbatas untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dan Orang Pribadi Asing atau Badan Asing menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui tempat usaha tersebut, maka tempat usaha tersebut termasuk dalam kategori ‘place of business’ dalam ketentuan BUT.

 

Kemudian di sisi lain, PMK ini juga memberikan pengecualian dan membatasi bahwa sepanjang tempat usaha di Indonesia hanya digunakan untuk penyimpanan data dan/atau pengelolaan data secara elektronik oleh Orang pribadi Asing atau Badan Asing dan Orang Pribadi Asing atau Badan Asing memiliki akses yang terbatas untuk mengoperasikan tempat usaha tersebut, maka tempat usaha tersebut tidak termasuk dalam kategori ‘place of business’ dalam ketentuan BUT. Klausul mengenai kriteria tempat usaha dibuat untuk menyesuaikan dengan prinsip-prinsip perpajakan internasional, utamanya mengenai kriteria tempat usaha yang tidak memenuhi kriteria umum sebagai BUT.

 

“Bahwa ruang lingkup Peraturan Menteri Keuangan ini telah memberikan suatu kepastian hukum terhadap penentuan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang sebelumnya telah diatur dalam Pasal 2 ayat (5) UU Pajak Penghasilan dan diperlukan penjelasan yang lebih detail melalui penerbitan PMK ini, sehingga kedepannya dapat mendukung iklim investasi asing yang baik di Indonesia,” jelas Yustinus.

 

Kemudian, dia juga menganggap PMK ini memperjelas kepastian hukum terkait pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan di Indonesia, dengan menimbang model usaha yang melibatkan Subjek Pajak Luar Negeri yang terus berkembang. Salah satu ketentuan PMK ini juga mengharuskan BUT mendaftarkan Nomor Pokok Wajib Pajak.

 

Hukumonline telah menghubungi pihak Google Indonesia melalui Head of Corporate Communication, Jason Tedjasukmana, untuk dimintai pendapatnya mengenai aturan baru ini. Namun, melalui Public Relation External Google Indonesia, Image Dynamics, menyatakan saat ini Google Indonesia sedang mempelajari isi aturan tersebut. Sehingga, belum dapat memberi komentar resmi.

 

Tags:

Berita Terkait