Begini Masukan Peradi Pimpinan Luhut Terkait Pelaksanaan Eksekusi Putusan
RUU Hukum Acara Perdata

Begini Masukan Peradi Pimpinan Luhut Terkait Pelaksanaan Eksekusi Putusan

Ada lima poin penting yang perlu menjadi perhatian terkait pengaturan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Merujuk Pasal 210 draf RUU Hukum Acara Perdata, ternyata belum mengatur batas waktu ketua pengadilan menolak atau menunda sebagian atau seluruhnya pelaksanaan putusan yang diajukan oleh pemohon. Selain itu, surat permohonan aanmaning semestinya dibuat dengan format standar dan syarat-syarat apa saja yang harus dilengkapi pemohon.

Ketiga, pemanggilan termohon aanmaning dan penetapan eksekusi. Menurutnya, selama ini pelaksanaan sidang aanmaning dilaksanakan sebanyak dua kali. “Semestinya perlu diatur sidang aanmaning kedua hanya boleh dilakukan bila termohon tetap berhalangan hadir dengan alasan yang jelas. Pada sidang aanmaning pertama dengan kedua tak boleh lebih dari 7 hari.”

Mengacu Pasal 212 draf Rancangan Hukum Acara Perdata belum mengatur soal sidang aanmaning kedua dapat dilakukan dengan alasan termohon berhalangan. Karenanya, menjadi penting agar diatur dengan menambahkan frasa “apabila berhalangan hadir pada sidang aanmaning pertama, termohon dapat dipanggil kembali untuk menjadwal sidang aanmaning berikutnya”. Kemudian, “maksimal panggilan hanya dua kali, bila tidak hadir hadir, termohon dianggap tidak menggunakan haknya menghadiri sidang aanmaning.”

Ketua Bidang Penelitian, Publikasi dan Pengembangan Organisasi Peradi, Zainal Abidin melanjutkan poin Keempat, mekanisme pengamanan dan biaya keamanan eksekusi. Menurut Zainal, mekanisme pengamanan eksekusi semestinya diatur dalam hukum acara perdata soal tata cara pengamanan pelaksanaan eksekusi ril. Sebab, dalam praktik pengaturan pengamanan eksekusi hanya diatur dalam UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI terkait bantuan pengamanan eksekusi.

“Semestinya pengamanan eksekusi cukup melibatkan unsur kepolisian dan apabila dalam kondisi tertentu diperlukan, pengadilan dapat meminta bantuan pengamanan dari unsur TNI, Satpol PP, Garnisun,” ujarnya.

Menurutnya, dalam praktik selama ini pelaksanaan eksekusi unsur yang dilibatkan, seperti Polda, Polres, Kodim, Koramil, Polsek, Walikota/Satpol PP, Kecamatan, Kelurahan. Sementara terkait dengan objek eksekusi tanah dan bangunan melibatkan Badan Pertanahan. Peradi melihat keterlibatan banyak unsur tidaklah efisien. Hal ini sering menjadi kendala ketidakmampuan pemohon dalam menyiapkan operasional eksekusi.

Masalahnya, kata Zainal, hambatan pelaksanaan eksekusi akibat persoalan beban biaya yang mesti ditanggung pemohon. Karena itu, pengamanan pelaksanaan eksekusi cukup melibatkan unsur kepolisian. Tapi dalam kondisi tertentu, pengadilan dapat memanggil unsur lainnya. Usulan lainnya, biaya pengamanan eksekusi perlu diatur dan disetorkan resmi ke kas negara dengan ditentukan menyesuaikan nilai objek.

Tags:

Berita Terkait