Begini Tata Cara Peninjauan Kembali terhadap Putusan KKEP Brotoseno
Terbaru

Begini Tata Cara Peninjauan Kembali terhadap Putusan KKEP Brotoseno

Kapolri membentuk tim peneliti terdiri dari Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum), Asisten Sumber Daya Manusia (ASDM) Polri, Divisi Propam, dan Divisi Hukum (Divkum) Mabes Polri. Setelah adanya saran dan pertimbangan dari tim peneliti, Kapolri membentuk Komite Komisi Etik Polri Peninjauan Kembali.

Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Desakan elemen masyarakat agar dilakukan peninjauan kembali (PK) atas putusan Komisi Komite Etik Polri (Polri) terhadap Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Raden Brotoseno akhirnya bakal terlaksana. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berencana mengajukan peninjauan kembali setelah kewenangan tersebut dituangkan dalam Peraturan Kepolisian (Perpol) No.7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang telah resmi diundangkan pekan lalu.

Lantas, seperti apa dan bagaimana mekanisme yang diatur dalam beleid yang telah diberlakukan sejak 14 Juni 2022 itu, khususnya dalam perkara yang tengah mendera Brotoseno?

Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri, Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo mengatakan mekanisme pengajuan upaya peninjauan kembali atas putusan KKEP sudah tertuang gamblang dalam Perpol 7/2020. Wabil khusus, terhadap putusan KKEP Brotoseno yang dianggap terdapat kekeliruan. Pengajuan peninjauan kembali atas putusan KKEP menjadi kewenangan Kapolri sebagaimana diatur Pasal 83 Perpol 7/2022.

“Jadi mekanisme diatur pada Pasal 83 dan seterusnya Perpol 7/2022,” ujarnya kepada wartawan, Senin (20/6/2022).

Baca Juga:

Dia menerangkan Pasal 83 ayat (1) Perpol 7/2022 menyebutkan, “Kapolri berwenang melakukan peninjauan kembali atas putusan KKEP atau putusan KKEP Banding yang telah final dan mengikat”. Kewenangan Kapolri melakukan PK terhadap putusan KKEP memang norma baru yang diatur dalam Perpol 7/2022 dibandingkan dengan dua Perkap sebelumnya yang tidak mengatur kewenangan tersebut yakni Perkap Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Polri dan Perkap Nomor 19 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Polri.

Ayat (2) menyebutkan, “Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila: a. dalam putusan KKEP atau KKEP Banding terdapat suatu kekeliruan; dan/atau b. ditemukan alat bukti yang belum diperiksa pada saat Sidang KKEP atau KKEP Banding”. Kemudian, ayat (3) menyebutkan, “Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan paling lama 3 (tiga) tahun sejak putusan KKEP atau putusan KKEP Banding”.

Jenderal polisi bintang dua itu menerangkan terhadap Pasal 83 ayat (1), (2) dan (3), Kapolri menggunakan kewenangannya dengan membentuk tim peneliti untuk mempelajari putusan kode etik dan komisi banding yang dinilai terdapat kekeliruan itu, ataupun adanya alat bukti yang belum disodorkan pada komisi kode etik atau komisi kode etik banding.

Pengaturan pembentukan tim peneliti dan Komite Komisi Etik Polri Peninjauan Kembali (KKEP-PK) diatur dalam Pasal 84. Pasal 84 ayat (1) menyebutkan, “Peninjauan kembali oleh Kapolri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83, dapat dibentuk tim untuk melakukan penelitian terhadap putusan KKEP atau KKEP Banding”. Kemudian ayat (2) menyebutkan, “Pembentukan tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan surat perintah Kapolri yang melibatkan: a. Inspektorat Pengawasan Umum Polri; b. Staf Sumber Daya Manusia Polri; c. Divisi Profesi dan Pengamanan Polri; dan d. Divisi Hukum Polri”.

Sedangkan ayat (3) menyebutkan, “Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2), melaksanakan penelitian dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat perintah diterbitkan”. Ayat (4)-nya menyebutkan, “Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melaporkan hasil penelitian dengan memberikan saran dan pertimbangan kepada Kapolri”. Selanjutnya, ayat (5) menyebutkan, “Surat Perintah Kapolri dan surat laporan hasil penelitian, dibuat dalam bentuk format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan kepolisian ini”.

Lebih lanjut mantan Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) itu mengatakan KKEP-PK dapat melakukan peninjauan kembali terhadap perkara-perkara yang telah diputus 3 tahun sebelum terbitnya Perpol 7/2022 pada 14 Juni 2022 lalu (berlaku surut 3 tahun ke belakang). Dia menerangkan, berdasarkan rumusan norma Pasal 84 ayat (2), pembentukan tim peneliti mengacu pada surat perintah Kapolri. Tim peneliti terdiri dari Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum), Asisten Sumber Daya Manusia (ASDM) Polri, Divisi Propam, dan Divisi Hukum (Divkum) Mabes Polri.

Setelah mendapatkan saran dan pertimbangan dari tim peneliti, Kapolri membentuk KKEP-PK sebagaimana diatur dalam Pasal 85. KKEP-PK selanjutnya bekerja selama 14 hari dengan meneliti proses sidang putusan etik yang ditengarai adanya kekeliruan atau adanya alat bukti yang belum disampaikan dalam perkara Brotoseno sebelumnya. Soal apakah Kapolri telah menerbitkan surat perintah pembentukan tim peneliti dan tim KKEP-PK, Sambo enggan membocorkannya.

“Nanti akan kami sampaikan lebih lanjut perkembangan setelah adanya surat perintah penelitian dari Bapak Kapolri,” ujar mantan Wakil Direktur Kriminal Umum (Wadirkrimum) Polda Metro Jaya periode 2015 itu.

Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Trisakti, Azmi Syahputra menilai langkah Kapolri dengan merevisi dua Perkap menjadi Perpol 7/2022 wujud Polri bersikap terbuka, sekaligus koreksi terhadap putusan KKEP sebelumnya. Baginya, adanya syarat dan ketentuan dalam upaya peninjauan kembali atas putusan KKEP pemeriksaan sidang perlu dinyatakan terbuka untuk umum.

“Inilah esensi fundamental sebagai wujud Polri memperhatikan apa yang menjadi aspirasi masyarakat dan sebagai upaya menemukan putusan yang seadil adilnya,” ujarnya.

Dia berpendapat revisi dua Perkap menjadi Perpol 7/2022 menjadi urgensi dan instrumen kebutuhan organisasi menyesuaikan dengan dinamika di masyarakat serta koreksi terhadap institusi dalam memberi rasa keadilan masyarakat. Tujuannya, agar Polri terhindar dari kasus korupsi, pidana berat, dan mengurangi terjadinya kasus putusan sidang KKEP yang dinilai mencederai rasa keadilan masyarakat.

Sebagaimana diketahui, Brotoseno dinilai terbukti bersalah dalam kasus korupsi oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dengan mengganjar hukuman 5 tahun penjara serta denda sebesar Rp300 juta, pada 2017 silam. Ia terbukti menerima suap dari tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi.

Hanya menjalani masa hukuman 3 tahun 3 bulan karena dianggap memenuhi syarat administratif dan substantif untuk mendapatkan hak remisi dan pembebasan bersyarat sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.

Namun dalam putusan KKEP Oktober 2020, Brotoseno hanya dianggap tidak menjalankan tugas secara profesional, proporsional, dan prosedural dengan wujud perbuatan saat menjabat Kanit V Subdit III Dittipidkor Bareskrim Polri. Brotoseno hanya disanksi pemindahtugasan yang bersifat demosi dan diminta untuk meminta maaf kepada pimpinan Korps Bhayangkara. Tapi belakangan diketahui Brotoseno masih aktif menjadi anggota Polri.

Tags:

Berita Terkait