Bivitri Susanti, Menjadi Reformis Hukum Karena Terprovokasi Jalan Aktivis
Hukumonline Academy

Bivitri Susanti, Menjadi Reformis Hukum Karena Terprovokasi Jalan Aktivis

Kegandrungan dirinya dengan dunia aktivis setelah banyak terlibat dalam aktivitas kemahasiswaan di kampus sebelum menyandang gelar SH.

Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 4 Menit
Bivitri Susanti, Menjadi Reformis Hukum Karena Terprovokasi Jalan Aktivis
Hukumonline

Memasuki fase mahasiswa tingkat akhir di tengah kondisi negara menjelang reformasi ikut membentuk tujuan Bivitri Susanti memutuskan untuk menekuni dunia pembaharuan hukum hingga saat ini. Perempuan yang kerap disapa Bibip ini telah malang melintang di dunia pembaharuan hukum tanah air sehingga tidak berlebihan jika dilabeli sebagai salah satu dari sekian banyak reformis hukum Indonesia.

Bivitri muda sebagaimana mahasiswa Fakultas Hukum pada umumnya. Bercita-cita menjadi lawyer pasca wisuda dan menekuni dunia profesi ini sebagai seorang corporate lawyer di salah satu kantor hukum besar dan ternama di Jakarta. Kesempatan itu bukannya tak datang, Bibip lebih memilih menolak tawaran seniornya untuk bergabung di salah satu kantor hukum besar karena adanya dorongan untuk terjun ke dunia aktivis.

Ia mengakui mulai gandrung dengan dunia aktivis setelah banyak terlibat dalam aktivitas kemahasiswaan di kampus sebelum menyandang gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia. “Saya banyak diskusi dengan teman-teman tentang pembaharuan hukum saya terprovokasi secara positif,” ungkap Bibip dalam talkshow daring, Hukumonline Akademi, Sabtu (26/9).

Menurut Bibip, pilihan untuk menekuni dunia aktivis dengan gerakan-gerakan pembaharuan hukum memberikan kepuasan tersendiri baginya. Dengan ilmu dan kemampuan yang dimiliki, ia mampu memberikan kontribusi terhadap dunia hukum dan orang-orang yang membutuhkan secara luas. Sebuah pilihan yang tidak murah karena harus meninggalkan kesempatan menjadi seorang corporate lawyer yang sempat dia cita-citakan.

“Intinya karena saya banyak bergerak di dunia aktivisme saya jadi bisa banyak terlibat dan membantu orang-orang yang tidak punya uang. Ilmu ini mesti bermanfaat untuk banyak orang ketimbang hanya untuk segelintir orang,” ujar Bibip.

Karena itu, Bibip tidak bisa menyembunyikan keresahannya ketika ditanya terkait kondisi penegakan hukum di tanah air akhir-akhir. Khusus tentang penegakan hukum antikorupsi, Bibip menegaskan situasi saat ini dengan singkat, “terpuruk sekali”.

Ingin rasanya ia mengulang peringatan yang pernah dirinya dan sejumlah kelompok masyarakat sipil menyuarakan saat-saat menjelang pengesahan Undang-Undang KPK akhir tahun lalu. Menurut Bibip, keterpurukan wajah pemberantasan korupsi saat ini bukan tidak pernah diingatkan. Kelompok masyarakat sipil bersama mahasiswa telah berupaya sekuat tenaga untuk menunda pengesahan UU KPK yang dipandang kontroversial tersebut.

Karena itu, setelah melihat situasi hari ini, Bibip mendorong publik untuk tidak kehilangan harapan. Menurut peraih gelar Master of Laws Universitas Warwick, Inggris ini, perlu akumulasi gerakan masyarakat sipil yang lebih besar untuk tetap menyuarakan semangat antikorupsi di tanah air. Kelembagaan KPK yang ada saat ini harus didukung dengan cara tidak hanya menggantungkan harapan. Tapi lebih dari itu, terlibat secara aktif mengawasi sendi-sendi kehidupan bernegara.

Tidak hanya itu, Bibip juga menekankan terus upaya berkelanjutan untuk mereformasi lembaga penegakkan hukum yang lain agar lebih siap dan dipercaya publik dalam menangani tindak pidana korupsi. Untuk itu dirinya mendorong publik agar terlibat secara aktif.

“Masyarakat sipil harus lebih galak. Cara orang melawan ketidakadilan banyak. Bisa menulis, melakukan tindakan langsung, juga lebih banyak terbuka mendiskusikan. Jangan takut. Lakukan yang bisa dilakukan. Pembaharuan hukum itu juga bisa dilakukan dengan dibincangkan terus biar (kesalahan) tidak diterima sebagai satu kebenaran,” terang Bibip.

Ia menilai, hari-hari ini ada segelintir orang yang memang memiliki modal kemudian memanfaatkan chanel politik untuk mengakumulasi lebih banyak uang dan melilndungi asetnya. Orang-orang seperti inilah yang kini ramai disebut oligarki. Orang-orang ini serius untuk menguasai pemerintah dan para penerima suara rakyat di parlemen. Bukan tanpa alasan, karena melalui kebijakan negara yang bisa diintervensilah para oligarki ini melanggengkan keberadaannya. Dampak dari semua ini adalah semakin tingginya ketimpangan sosial.

“Makanya ada gap antara orang kaya dan miskin di Indonesia. Memang di semua negara demokrasi liberal oligarki ini ada,” tegas Bibip.

Karena itu dirinya menekankan pentingnya upaya reformasi kelembagaan politik di tanah air. Dengan meminimalisir akses oligarki dalam mengontrol kebijakan. Ia percaya situasi bisa berubah. Caranya? Bisa dimulai dari reformasi kelembagaan partai politik. Karena dari sanalah muara para politisi yang akan terlibat dalam proses pembuatan kebijakan di negeri ini.

“Yang mesti disadari, yang ambil keputusan bukan individu anggota DPR, yang ambil keputusan adalah fraksi dan dikontrol oleh Parpol yang di belakangnya dikontrol juga dengan uang. Kita sibuk dengan reformasi institusional tapi kita lupa dengan aktor-aktor oligarki itu,” terang Bibip.

Karena itu, perempuan yang juga merupakan akademisi di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Indonesia Jentera ini meyakinkan, untuk memulai reformasi hukum dibutuhkan peran semua pihak. Baik dari profesi hukum, akademisi, mahasiswa juga peran serta masyarakat luas agar refromasi hukum bisa berjalan sesuai yang dicita-citakan.

“Buat saya semangat pembaharuan hukum itu kalau dimiliki semua orang, kalau kita kerja bareng tuh energinya luar biasa. Menyuarakan hal yang gak benar itu sudah termasuk pembaharuan hukum lho. Jadi lakukan saja itu,” tandas Bibip mencontohkan.

Dapatkan artikel bernas yang disajikan secara mendalam dan komprehensif mengenai putusan pengadilan penting, problematika isu dan tren hukum ekslusif yang berdampak pada perkembangan hukum dan bisnis, tanpa gangguan iklan hanya di Premium Stories. Klik di sini.

Tags:

Berita Terkait