Civil Society Jadi Kekuatan Membendung Penundaan Pemilu
Terbaru

Civil Society Jadi Kekuatan Membendung Penundaan Pemilu

Dikhawatirkan kemarahan rakyat berujung revolusi sosial dan ketidakstabilan keamanan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Civil Society Jadi Kekuatan Membendung Penundaan Pemilu
Hukumonline

Elit partai politik ditengarai sedang memainkan skenario dalam upaya menunda pelaksanaan pemilu 2024 sekaligus perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden. Ironisnya, keinginan jangka pendek segelintir elit berdampak pada mengamandemen konstitusi yang sudah berjalan beberapa tahun belakangan terakhir. Langkah menabrak konstitusi tersebut dipandang hanya mampu dibendung oleh kekuatan masyarakat sipil (Civil Society).

Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) AA LaNyalla Mahmud Mattalitti berpandangan, usulan sejumlah pimpinan partai politik menunda pelaksanaan pemilu pada Februari 2024 membuat geram banyak kalangan. Kendati alasan yang didalilkan para pengusul seperti Indonesia masih dalam situasi pandemi Covid-19 dan kesulitan anggaran belum direspon masyarakat lapisan bawah.

Tapi, kata LaNyalla, tidak berarti rakyat sebagai pemilik kedaulatan bakal setuju. Boleh jadi masyarakat luas masih diam mengamati pergerakan para elit partai politik dengan berbagai gagasan yang di luar nalar konstitusi. Dia khawatir bila di luar batas kewajaran, bakal berujung revolusi sosial. Rakyat bakal marah yang malah berujung ketidakstabilan keamanan negara.

Dia mengingatkan, pelaksanaan pemilu yang digelar lima tahun sekali sebagaimana diatur dalam UUD 1945 menjadi evaluasi terhadap perjalanan bangsa di periode sebelumnya. Sebab hasil amandemen UUD 1945 terakhir hanya memberikan batasan ruang tersebut. Lagipula, masyarakat pun dipaksa memiliki calon pemimpin yang terbatas jumlahnya akibat kongsi partai politik melalui aturan presidential threshold dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

“Lalu sekarang cari akal untuk menunda Pemilu. Ini namanya sudah melampaui batas,” ujarnya, Selasa (1/3/2022) kemarin.

Baca:

Senator asal Jawa Timur itu mengingatkan, sistem demokrasi Pancasila yang asli, sebelum dilakukan amandemen, dirasa yang paling cocok untuk Indonesia. Sebab MPR sebagai lembaga tertinggi terdapat representasi partai politik, TNI-Polri, utusan daerah dan utusan golongan, untuk sama-sama merumuskan haluan negara. Serta memilih mandataris MPR untuk menjalankan berbagai program pemerintahan.

Tags:

Berita Terkait