Civitas UI dan Unhas Warning Atas Hancurnya Tatanan Hukum dan Demokrasi
Utama

Civitas UI dan Unhas Warning Atas Hancurnya Tatanan Hukum dan Demokrasi

Mengutuk semua tindakan yang menindas kebebasan berekspresi. Menuntut semua ASN, pejabat pemerintah, TNI dan Polri bebas dari paksaan untuk memenangkan salah satu pasangan calon tertentu.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
 Guru Besar Hukum Pidana FH UI, Prof Harkristuti Harkrisnowo mewakili sejumlah Guru Besar UI membacakan pernyataan sikap UI terhadap situasi hukum dan demokrasi di era pemerintahan Joko Widodo di Kampus UI, Jumat (2/2/2024). Foto: Tangkapan layar youtube
Guru Besar Hukum Pidana FH UI, Prof Harkristuti Harkrisnowo mewakili sejumlah Guru Besar UI membacakan pernyataan sikap UI terhadap situasi hukum dan demokrasi di era pemerintahan Joko Widodo di Kampus UI, Jumat (2/2/2024). Foto: Tangkapan layar youtube

Berbagai civitas akademika dari sejumlah perguruan tinggi telah menyampaikan sikap terkait perkembangan politik dan hukum yang terjadi jelang pemilu 2024. Civitas akademik Universitas Gadjah Mada (UGM) secara lugas dalam Petisi Bulaksumur menilai tindakan Presiden Jokowi menyimpang dari prinsip demokrasi, kerakyatan, dan keadilan sosial yang merupakan esensi Pancasila.

Begitu juga civitas akademik Universitas Islam Indonesia (UII) yang menilai sikap kenegarawanan Presiden Jokowi pudar dengan indikator utama pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) yang berdasarkan putusan MK No.90/PUU-XXI/2023.

Giliran civitas akademika Universitas Indonesia (UI) tak ketinggalan menyampaikan pernyataan sikap serupa. Guru Besar Fakultas Hukum UI, Prof Harkristuti Harkrisnowo, mengatakan kalangan guru besar, dosen dan warga UI secara umum menyatakan seruan ‘Kampus Perjuangan’, yakni kampus UI. Perguruan Tinggi Negeri UI sebagai lembaga yang menjadi mata air bagi masyarakat. Pengetahuan yang dihasilkan bermanfaat bagi seluruh masyarakat, bukan hanya kelompok elit.

Guru Besar Hukum Pidana itu menyatakan UI merupakan kampus perjuangan yang melahirkan para petarung yang berdiri paling depan menghadapi peristiwa berat bangsa Indonesia. Bahkan ada yang menumpahkan darah seperti Arif Rahman Hakim tahun 1966 dan Yap Yun Hap di tahun 1998. Tak terhitung ‘petarung’ beralmamater UI yang ditangkap dan dipenjara di pengadilan sekitar tahun 1974-1978 yang menolak penguasa otoriter.

Baca juga:

Kendati seolah tenggelam dalam kerja akademik di ruang kelas, seminar, laboratorium, tumpukan buku, menulis gagasan di ujung pena tapi civitas akademika UI tetap mengawal hidup demokrasi dan kodrat kedaulatan tetap di tangan rakyat. Perempuan yang disapa Prof Tuti itu mencatat dalam 5 tahun terakhir terutama jelang pemilu 2024 civitas akademika UI terpanggil memulihkan demokrasi yang terkoyak. Indonesia seperti kehilangan kemudi akibat kecurangan dalam perbuatan kuasa, nihil etika, yang menggerus keluhuran budaya dan kesejatian moral bangsa.

“Kami warga (civitas akademika) dan alumni UI prihatin atas hancurnya tatanan hukum dan demokrasi. Hilangnya etika bernegara dan bermasarakat terutama korupsi, kolusi, dan nepotisme yang telah menghancurkan kemanusiaan dan merampas akses keadilan,” kata Prof Tuti membacakan pernyataan sikap civitas akademika UI bertema Seruan Kebangsaan, di Depok, Jawa Barat, (02/02/2024).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait