Deklarasi Juanda Hasil Perjuangan Mochtar Kusumaatmadja
Kolom

Deklarasi Juanda Hasil Perjuangan Mochtar Kusumaatmadja

Sosok konseptor Deklarasi Juanda 1957 sekaligus yang memperjuangkannya selama 25 tahun hingga diimplementasi dalam UNCLOS 1982.

Bacaan 4 Menit
Deklarasi Juanda Hasil Perjuangan Mochtar Kusumaatmadja
Hukumonline

Banyak yang tidak sadar bahwa Deklarasi Juanda tanggal 13 Desember 1957 adalah peristiwa besar dalam sejarah Republik Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Hari ini 13 Desember 2023 telah berlalu tepat 66 tahun sejak deklarasi bersejarah itu. Eksistensi Negara Kepulauan yang Indonesia usung untuk melabeli dirinya mulai dikenal dunia sebagai hasil dari Deklarasi Juanda.

Ada tiga tokoh besar yang di balik Deklarasi Juanda 1957 itu. Pertama adalah Ir.H R.Djoeanda Kartawidjaja sendiri yang menjabat Perdana Menteri Indonesia ke-10—sekaligus yang terakhir—periode 9 April 1957- 9 Juli 1959 di Kabinet Karya. Djoeanda Kartawidjaja lahir di Tasikmalaya 14 Januari 1911 dan meninggal di Jakarta 7 November 1963. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Kedua adalah Chaerul Saleh sebagai Menteri Negara Urusan Veteran saat itu. Djuanda dan Chaerul Saleh beberapa kali mendapat tugas Menteri dari Sekarno. Mereka berjuang menyatukan Negara Kesatuan Republik Indonesia di tengah segala upaya Belanda yang masih ingin menjajah Indonesia. Nasib berbeda dialami Chaerul Saleh yang lahir 13 September 1916 tapi meninggal 8 Februari 1967 dalam status tahanan politik.

Baca juga:

Tokoh besar ketiga sering terlupakan meski otak sebenarnya di balik rumusan cemerlang Deklarasi Juanda adalah dirinya. Dia adalah Prof.Mochtar Kusumaatmadja yang memperjuangkan substansi Deklarasi Juanda di forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hasilnya kemudian diakui dunia melalui Konvensi Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) tahun 1982. Deklarasi Juanda 13 Desember 1957 berawal dari keresahan Chaerul Saleh yang melihat masih ada kapal Belanda berlayar bebas di Laut Jawa. Berdasarkan hukum internasional saat itu, Laut Jawa termasuk zona maritim laut bebas sesuai dengan aturan TZMKO (Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie) 1939. Isinya menetapkan lebar laut teritorial sejauh 3 mil laut yang sebenarnya mengganggu bahkan merugikan kedaulatan Indonesia. Chaerul Saleh lalu meminta Mochtar Kusumaatmadja—yang waktu itu baru lulus studi magister di Yale Law School—menyusun konsep untuk membatasi kebebasan kapal-kapal asing berlayar di Laut Jawa.

Negara Kepulauan

Jadi, Mochtar Kusumaatmadja yang membuat konsep negara kepulauan. Deklarasi Juanda 1957 tersebut telah mengubah dunia dalam rezim hukum laut. Indonesia berhasil memicu lahirnya aturan baru negara kepulauan dan lebar laut teritorial sejauh 12 mil. Konsep ini mendahului kesepakatan masyarakat internasional yang mengalami kebuntuan pada Konferensi PBB tahun 1958 dan 1960. Deklarasi Juanda 1957 menjadi dasar penting yang dierima dunia sepenuhnya 25 tahun kemudian melalui Konvensi Hukum Laut/UNCLOS 10 Desember 1982. Berikut adalah perbandingan kesamaan substansinya berdasarkan teks masing-masing dokumen.

Deklarasi Juanda 1957

“Bentuk geografi Indonesia sebagai suatu Negara Kepulauan yang terdiri dari (beribu-ribu) pulau mempunyai sifat corak tersendiri.

Bagi keutuhan terrtorial dan untuk melindungi kekayaan Negara Indonesia semua kepulauan serta laut terletak di antaranya harus dianggap sebagai kesatuan yang bulat. ...bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk Negara Indonesia dengan tidak memandang daratan Negara Indonesia dan dengan demikian bagian daripada wilayah pedalaman atau Nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak Indonesia.

Lalu lintas yang damai di perairan pedalaman ini bagi kapal-kapal asing dijamin selamat.”

UNCLOS 1982

Article 46

(a)"archipelagic State" means a State constituted wholly by one or more archipelagos and may include other islands;

(b) "archipelago" means a group of islands, including parts of islands, interconnecting waters and other natural features which are so closely interrelated that such islands, waters and other natural features form an intrinsic geographical, economic and political entity, or which historically have been regarded as such.

Article 49

The sovereignty of an archipelagic State extends to the waters enclosed by the archipelagic baselines drawn…, described as archipelagic waters, regardless of their depth or distance from the coast.

Article 50

… ships of all States enjoy the right of innocent passage through archipelagic waters…

Deklarasi Juanda 1957 dipertegas oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.4 Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia (Perppu Perairan Indonesia) yang lebih rinci pasal demi pasal. Selanjutnya Perppu itu diganti dengan Undang-Undang No.6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia dan peraturan perundang-undangan lainnya yang mengadopsi sebagian substansi UNCLOS 1982.

Layak Bergelar Pahlawan Nasional

Fakta bahwa Mochtar Kusumaatmadja adalah konseptor utama Deklarasi Juanda 1957—sekaligus memperjuangkannya dalam berbagai forum internasional selama 25 tahun sampai diterima dunia melalui melalui UNCLOS 1982—perlu menjadi perhatian. Akhirnya UNCLOS 1982 mengikat Indonesia karena sudah diratifikasi oleh Undang-Undang No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention On The Law Of The Sea (konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Tentang Hukum Laut). Sudah banyak regulasi lanjutannya dalam peraturan perundang-undangan Indonesia.

Beberapa yang bisa disebut seperti Undang-Undang No.5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Undang-Undang No.6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Undang-Undang No.27 Tahun 2007 jo. Undang-Undang No.1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Undang-Undang No.43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, Undang-Undang No.32 Tahun 2014 tentang Kelautan, termasuk dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2020 jo. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, serta berbagai peraturan pemerintah, peraturan daerah, dan lain-lain.

Mochtar Kusumaatmadja lalu menjabat Menteri Kehakiman (1974-1978) dan Menteri Luar Negeri (1978-1988) di kemudian hari. Keberhasilannya membuat konsep Deklarasi Djuanda 1957 dan Perppu Perairan Indonesia patut diapresiasi besar. Wilayah darat laut Republik Indonesia yang luasnya semula 2.027.087km2 bertambah menjadi 5.193.250km2. Oleh karena itu, banyak tokoh nasional, internasional, dan masyarakat mendukung Mochtar Kusumaatmadja ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.

Universitas Padjadjaran dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah dua kali mengajukan penetapan gelar pahlawan nasional untuk Prof.Mochtar—melalui Kementerian Sosial pada tahun 2022 dan 2023—tetapi belum disetujui. Padahal, sekali lagi, Prof.Mochtar adalah tokoh nasional dan international yang layak dianugerahi pahlawan nasional. Prof.Mochtar adalah konseptor Deklarasi Juanda 1957 sekaligus yang memperjuangkannya selama 25 tahun hingga diimplementasi dalam UNCLOS 1982. Semoga tahun 2024 mendatang Kementerian Sosial menyetujui penetapan Prof.Mochtar sebagai Pahlawan Nasional.

*)Dr.Idris, S.H., M.A., Dekan FH Universitas Padjadjaran/Dosen Hukum Internasional.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline. Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran dalam program Hukumonline University Solution.

Tags:

Berita Terkait