Fabiola Hutagalung: Ada Dua Tantangan bagi Konsultan Hukum Perempuan
Women in Law Stories

Fabiola Hutagalung: Ada Dua Tantangan bagi Konsultan Hukum Perempuan

Menyeimbangkan antara kehidupan dalam keluarga dan sebagai profesional hukum. Kemudian masih adanya pemikiran perempuan tidak memiliki kapasitas yang sama dengan laki-laki yang telah ‘terlanjur’ berkembang di masyarakat.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 2 Menit
Partner Dentons HPRP, Fabiola Hutagalung. Foto: RES
Partner Dentons HPRP, Fabiola Hutagalung. Foto: RES

Menuntaskan studi sarjana hukumnya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Fabiola Hutagalung merupakan seorang Partner dari Kantor Hukum Hanafiah Ponggawa & Partners (Dentons HPRP). Ia bergabung dengan Dentons HPRP sejak tahun 1996 silam sampai dengan sekarang. Bermula dari menjajaki posisi sebagai junior lawyer, dirinya mulai diangkat menjadi Partner sejak tahun 2008.

Ia memiliki pengalaman dan pengetahuan mendalam tentang M & A, restrukturisasi, spin-off, foreign direct investment (FDI), joint venture (JV), perbankan serta keuangan termasuk kegiatan pembiayaan, dan properti. Atas kerja kerasnya, Fabiola memperoleh sejumlah penghargaan di tingkat internasional dari berbagai publikasi internasional.

Hukumonline berkesempatan untuk mewawancarai Fabiola berkenaan dengan perspektifnya sebagai seorang konsultan hukum perempuan dalam sebuah firma hukum. Ia memandang pada dasarnya kompetensi yang dimiliki konsultan hukum perempuan tidak kalah jika disandingkan dengan konsultan hukum laki-laki. Dengan kesamaan kompetensi yang ada, peran yang diemban keduanya pun menjadi sama.

“Memajukan firma, membantu klien. Hal ini juga tercermin di sektor-sektor yang sering diasosiasikan dengan pria seperti sektor minyak dan gas. Banyak konsultan hukum perempuan di firma kami yang menguasai hukum dan peraturan di sektor tersebut. Jadi baik di level partner maupun associate, peran konsultan hukum perempuan sama pentingnya dengan konsultan hukum laki-laki,” ujar Fabiola di kantornya, Senin (13/6/2022) lalu.

Selengkapnya, simak video pada tautan berikut ini!

Meski terdapat kesamaan dalam hal peran dan kompetensi, ia tidak memungkiri terdapat tantangan terbesar yang umum dihadapi konsultan hukum perempuan. Tidak lain adalah terkait bagaimana cara menyeimbangkan antara kehidupan dalam keluarga sebagai seorang istri dan ibu dengan kehidupan sebagai seorang profesional hukum. Tingginya jam kerja bagi konsultan hukum, mengharuskan perempuan dapat pandai-pandai mengatur waktu agar semua perannya dapat dilaksanakan dengan baik.

Baca Juga:

Tantangan lainnya yang sering dirasakan perempuan yang berkarier, tanpa terkecuali konsultan hukum, ialah masih adanya pemikiran bahwa perempuan tidak memiliki kapasitas yang sama dengan laki-laki yang telah ‘terlanjur’ berkembang di masyarakat. Hal ini tak jarang mengurangi kesempatan bagi perempuan karier untuk berkembang.

“Sehingga dibutuhkan usaha dua kali lebih keras untuk membuktikan bahwa perempuan juga bisa lebih baik dan memerlukan kesempatan yang sama. Serta (adanya) dukungan dari keluarga dan rekan kerja,” ujar Senior Partner Dentons HPRP itu.

Menurut Fabiola, kesuksesan seorang konsultan hukum adalah ketika nasihat hukum yang diberikan selaras dengan kebutuhan dan menjadi solusi bagi permasalahan serta menunjang kebutuhan bisnis klien. Sebagai konsultan, juga perlu untuk terus meningkatkan kompetensi dengan senantiasa mengikuti perkembangan. Tidak hanya mengenai perkembangan peraturan, tetapi juga kondisi pasar dan bisnis untuk bisa memberi pemecahan terbaik.

“Karena itu, sebagai perempuan di industri ini, kita harus terus mengembangkan diri untuk memenangkan persaingan di pasar. Memahami kebutuhan klien dan memahami peraturan terkini merupakan modal yang utama. Selain itu, kita juga harus terus mengembangkan kemampuan dan potensi kita. Supaya bisa memberikan layanan yang terbaik serta tentu saja menjaga integritas dan profesionalitas.”

Tags:

Berita Terkait