Harapan Besar di Penantian Putusan Pengujian UU KPK di MK
Berita

Harapan Besar di Penantian Putusan Pengujian UU KPK di MK

Setidaknya ada 6 putusan berkaitan UU KPK di MK hari ini.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 5 Menit
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: RES
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: RES

Mahkamah Konstitusi tengah menjadi sorotan. Pasalnya, pada Selasa (4/5) lembaga tersebut akan memutuskan uji materi dan uji formil UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

Dari laman resmi www.mkri.id, setidaknya ada 6 permohonan menyangkut UU KPK tersebut yang permohonannya akan diputuskan pada hari ini, termasuk yang dimohonkan mantan Ketua dan Wakil Ketua KPK Agus Rahardjo, Laode Muhamad Syarif, Saut Situmorang dan kawan-kawan.

Berikut daftarnya:

  1. 62/PUU-XVII/2019 pokok perkara Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan pemohon Gregorius Yonathan Deowikaputra
  2. 70/PUU-XVII/2019 pokok perkara Pengujian Formil dan Materiil Independensi KPK dengan pemohon Fathul Wahid, Abdul Jamil, Eko Riyadi, Ari Wibowo, dan Mahrus Ali
  3. 71/ PUU-XVII/2019 pokok perkara Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan pemohon Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, Dora Nina Lumban Gaol, Leon Maulana Mirza Pasha, dkk
  4. 73/ PUU-XVII/2019 pokok perkara Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan pemohon Ricki Martin Sidauruk dan Gregorianus Agung
  5. 77/ PUU-XVII/2019 pokok perkara Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan pemohon Jovi Andrea Bachtiar, Ricardo Purba, Leonardo Satrio Wicaksono, dkk
  6. 79/ PUU-XVII/2019 pokok perkara Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan pemohon Agus Rahardjo, Laode Muhamad Syarif, Saut Situmorang dan kawan-kawan

Sejumlah pihak berhadap MK mengabulkan pengujian UU KPK karena dianggap cacat formil dan materiil. Indonesia Corruption Watch (ICW) misalnya beranggapan keberadaan UU KPK baru telah menimbulkan problematika serius. Hal itu dapat dibuktikan dengan temuan Transparency International yang menyebutkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2020 merosot tajam. (Baca: 25 Advokat Minta MK Batalkan Perubahan UU KPK)

“Secara sederhana, konteks turunnya IPK tersebut dapat dikaitkan dengan ketidakjelasan arah politik hukum pemberantasan korupsi pemerintah. Alih-alih memperkuat keberadaan KPK, yang dilakukan justru menggembosi seluruh kewenangan lembaga antikorupsi itu,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana.

Kurnia mengatakan secara garis besar, setidaknya ada empat permasalahan utama dalam proses pembentukan maupun substansi UU KPK baru. Pertama, Presiden dan DPR dianggap telah menihilkan nilai demokrasi saat membahas revisi UU KPK. Betapa tidak, praktis publik sama sekali tidak dilibatkan, bahkan, protes dengan aksi melalui tagar #ReformasiDikorupsi pun diabaikan begitu saja.

Selain itu, KPK yang notabene pengguna regulasi tersebut juga hanya dianggap angin lalu. Tentu hal itu secara jelas bertentangan dengan Pasal 96 UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait