Heboh Kasus ACT, PPATK Temukan Indikasi Transaksi Keuangan Bermasalah
Utama

Heboh Kasus ACT, PPATK Temukan Indikasi Transaksi Keuangan Bermasalah

PPATK telah memulai pemeriksaan transaksi keuangan ACT sejak 2018. Dari hasil pemeriksaan tersebut, PPATK menemukan transaksi dengan nilai besar Rp 30 miliar antara ACT dengan perusahaan yang terafiliasi pemilik yayasan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
PPATK mengadakan jumpa pers mengenai penyalahgunaan donasi masyarakat yang dikumpulkan lembaga filantropis Aksi Cepat Tanggap (ACT), Rabu (6/7). Foto: MJR
PPATK mengadakan jumpa pers mengenai penyalahgunaan donasi masyarakat yang dikumpulkan lembaga filantropis Aksi Cepat Tanggap (ACT), Rabu (6/7). Foto: MJR

Laporan Majalah Tempo mengenai penyalahgunaan donasi masyarakat yang dikumpulkan lembaga filantropis Aksi Cepat Tanggap (ACT) menjadi perhatian publik saat ini. Laporan tersebut memuat dana ratusan miliaran rupiah yang dikumpulkan diduga digunakan tidak sesuai peruntukan yang seharusnya untuk membantu masyarakat terkena musibah hingga pembangunan tempat ibadah. Selain itu, dana digunakan untuk menggaji petinggi dan operasional kantor ACT yang berbentuk yayasan ini.

Menanggapi persoalan tersebut, Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan pihaknya telah memulai pemeriksaan transaksi keuangan ACT sejak 2018. Dari hasil pemeriksaan tersebut, PPATK menemukan transaksi dengan nilai besar Rp 30 miliar antara ACT dengan perusahaan yang terafiliasi pemilik yayasan.

“Transaksi ini kami duga sifatnya business to business, ada revenue, ada keuntungan. Sebagai contoh, ada entitas perusahaan yang dalam dua tahun lakukan transaksi lebih dari Rp 30 miliar ternyata pemilik perusahaan tadi terafiliasi dengan pemilik yayasan tadi,” ungkap Kepala PPATK, Ivan Yustiavanda, Rabu (6/7). 

Baca Juga:

Ivan juga menyampaikan PPATK telah menghentikan sementara 60 rekening atas nama ACT yang tersebar pada 33 penyedia jasa keuangan. “Kami memerlukan pendalaman lebih lanjut dan serius terkait data yang masuk dari penyedia jasa keuangan. Per hari ini (6/7) kami hentikan sementara 60 rekening atas nama entitas tersebut (ACT) pada 33 penyedia jasa keuangan,” imbuh Ivan.

Selain itu, PPATK menyampaikan terdapat negara asing yang berperan sebagai donatur dan penerima dana ACT. Ada lebih daru 2000 kali pemasukan entitas asing kepada yayasan ini di atas Rp 64 miliar. Kemudian ada dana keluar sebanyak 450 kali dengan nilai sekitar Rp 52 miliar. 

“Entitas yayasan ini ada terkait aktivitas di luar negeri tidak hanya dalam negeri karena bisa dilakukan di mana pun untuk membantu saudara-saudara di luar negeri. Misalnya ada negara (donatur) seperti Jepang, Turki, Inggris, Malaysia, Singapura, Amerika, Jerman, Hongkong, Belanda, Australia. Sedangkan 10 negara terafiliasi dana keluar seperti Turki, Iran, Palestina, China dan negara-negara lainnya,” jelas Ivan.

Dia juga menyampaikan aparat penegak hukum lain perlu memperdalam temuan tersebut. Sehingga, transaksi keuangan tersebut dapat ditetapkan terjadi pelanggaran atau tidak. Sebab, dari negara-negara penerima memiliki status berisiko tinggi dalam aspek sistem keuangan.

Dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Rabu (6/7), Kementerian Sosial menyatakan mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Tahun 2022, terkait adanya dugaan pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh pihak yayasan.

Pencabutan itu dinyatakan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi.

“Jadi alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut,” kata Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi, Selasa (5/7).

Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan berbunyi “Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10 persen dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan."

Muhadjir mengatakan bahwa pemerintah responsif terhadap hal-hal yang sudah meresahkan masyarakat dan selanjutnya akan melakukan penyisiran terhadap izin-izin yang telah diberikan kepada yayasan lain dan untuk memberikan efek jera agar tidak terulang kembali.

Tags:

Berita Terkait