Hindari Kredit Macet, Penyelenggara Fintech Diminta Lakukan Ini
Berita

Hindari Kredit Macet, Penyelenggara Fintech Diminta Lakukan Ini

Penyelenggara fintech dilarang melakukan teror dan intimidasi saat menagih pinjaman bermasalah. Mulai menjaga kerahasiaan data debitur (konsumen), membuat basis data rekam jejak dan profil konsumen.

Oleh:
M. Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

Aspek perlindungan konsumen juga menjadi perhatian dari Bank Indonesia (BI). Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BIErwin Haryono mengatakan penerapan perlindungan konsumen fintech yang berkualitas akan berdampak terhadap meningkatnya kepercayaan masyarakat.

 

Dia mengatakan dalam beberapa tahun mendatang industri ini akan berkontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia. Sehingga, dia mendorong agar penyelenggara fintech terus berkomunikasi dengan regulator agar dapat beroperasi sesuai ketentuan yang berlaku.

 

“Masa depan ekonomi Indonesia ini ditentukan oleh ekonomi digital. Harus banyak diskusi antara pelaku usaha dengan otoritas (regulator),” jelas Erwin.

 

Sementara itu, Bendahara Asosiasi Fintech (Aftech), Sebastian Togelang mengatakan selama ini aspek perlindungan konsumen industri ini banyak menyerap industri keuangan lain seperti perbankan. Dia melanjutkan, permasalahan fintech dalam penagihan pinjaman bermasalah baru-baru ini merupakan pembelajaran bagi perusahaan fintech.

 

“Kami masih belajar dan kami akan terus memperbaikinya. Dalam proses penagihan, kami tidak jauh berbeda dengan industri keuangan lain seperti perbankan,” kata Sebastian.

 

Permasalahan penagihan kredit ini juga menjadi sorotan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi menilai maraknya cara penagihan kredit online yang dilakukan dengan menghubungi nomor kontak yang ada di handphone konsumen sebagai penerima pinjaman adalah tindakan yang tidak pantas.

 

Dia menilai tindakan tersebut menyalahgunakan data pribadi seperti yang tercantum dalam Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Menurutnya, bisnis yang dijalankan perusahaan kredit online atau fintech sangat berisiko dengan hanya sistem validasi online ditambah konsultasi pihak ahli tanpa melihat kondisi Sistem Informasi Debitur pada Bank Indonesia dan kondisi real di lapangan.

Tags:

Berita Terkait