Ini Beda Muatan RUU Konsultan Pajak dengan PMK Konsultan Pajak
Berita

Ini Beda Muatan RUU Konsultan Pajak dengan PMK Konsultan Pajak

Layaknya advokat, konsultan pajak diusulkan memiliki hak imunitas dalam bertugas. Tanpa adanya perlindungan hukum secara tegas, konsultan pajak dinilai rentan mendapatkan ancaman dalam melaksanakan tugas profesinya. Beleid ini masuk dalam RUU Konsultan Pajak.

CR-25
Bacaan 2 Menit
Anggota Komisi XI DPR, M. Misbakhun. Foto: CR-25
Anggota Komisi XI DPR, M. Misbakhun. Foto: CR-25

Dari total 1.750 triliun penerimaan negara, sebanyak 1.498 triliun atau sekitar 85% penerimaan negara (APBN per-2017) berasal dari sektor pajak. Melalui sektor pajak inilah pemerintah dapat mengurangi porsi utang dalam pembiayaan pembangunan, meningkatkan selektivitas utang luar negeri hingga membiayai program-program prioritas pembangunan. Untuk menghimpun segenap potensi pajak tersebut, tentu saja tidak dapat terlepas dari peranan penting yang dimainkan konsultan pajak.

 

Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun mengungkapkan mengingat begitu strategisnya peran yang dijalankan oleh profesi konsultan pajak, sehingga sudah sepatutnya RUU Konsultan Pajak segera disahkan. Pasalnya, kata Misbakhun, profesi konsultan pajak hingga saat ini hanya diatur pada aturan setingkat Peraturan Menteri keuangan (PMK No. 111/PMK.03/2014 tentang Konsultan Pajak) dan Peraturan Dirjen Pajak No. Per-13/PJ/2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Ketentuan Konsultan Pajak.

 

“Ini adalah bagian dari tanggungjawab DPR untuk melaksanakan hak inisiasi agar profesi konsultan pajak segera diatur dalam tingkat legislasi primer (UU),” kata Misbakhun dalam Seminar Nasional Perpajakan di ICE Nusantara Hall BSD, Rabu, (9/5).

 

Pada Pasal 8, BAB III RUU Konsultan Pajak yang saat ini telah masuk dalam urutan ke-27 Prolegnas Prioritas 2018 tersebut, diadopsi pula ketentuan hak perlindungan hukum dalam menjalankan profesi layaknya advokat, yakni berupa hak konsultan pajak agar tidak dapat dituntut baik secara Perdata maupun Pidana dalam menjalankan tugas profesinya berdasarkan iktikad baik.

 

Pasal 8

Konsultan pajak tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana, apabila dalam menjalankan tugas profesinya didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

 

Menurut Misbakun, tanpa adanya perlindungan hukum secara tegas dalam aturan tersebut, Konsultan pajak akan rentan mendapatkan ancaman dalam melaksanakan tugas profesinya. “Seperti ancaman dilakukannya penggeledahan kantor konsultan pajak oleh oknum Dirjen Pajak misalnya,” kata Misbakhun.

 

(Baca Juga: Pembahasan RUU Konsultan Pajak Akan Dalami Putusan MK)

 

Poin lain yang membedakan muatan RUU Konsultan Pajak dengan PMK No. 111 Tahun 2014 juga berkaitan dengan persyaratan yang harus dipenuhi untuk diangkat menjadi konsultan pajak.  Pada pasal 2 huruf F PMK tersebut, disebutkan bahwa konsultan pajak harus menjadi anggota pada satu Asosiasi Konsultan Pajak yang terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak.

 

Bahkan dalam BAB VI tentang Asosiasi konsultan Pajak dalam PMK 111/2014, dibuka lebar pintu agar terbentuknya lebih dari satu asosiasi konsultan pajak. Hal ini tampak pada pasal 19 ayat (2) PMK a quo yang mengatur persyaratan tertentu untuk menjadi Asosiasi Konsultan Pajak.

 

Pasal 18

Konsultan Pajak berhimpun dalam wadah Asosiasi Konsultan Pajak yang terdaftar pada Direktorat Jenderal Pajak

Pasal 19

(1) Untuk menjadi Asosiasi Konsultan Pajak yang terdaftar pada Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 18, Asosiasi Konsultan Pajak harus memenuhi persyaratan dan menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.

(2) Persyaratan untuk menjadi Asosiasi Konsultan Pajak yang terdaftar pada Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. berbentuk badan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

b. memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;

c. mempunyai susunan pengurus yang telah disahkan oleh rapat anggota;

d. memiliki program pengembangan profesional berkelanjutan;

e. memiliki kode etik dan standar profesi konsultan pajak;

f. memiliki Dewan Kehormatan yang berfungsi untuk mengawasi, memeriksa dan menyelesaikan dugaan pelanggaran kode etik dan standar profesi Konsultan Pajak oleh anggota asosiasi.

 

Untuk diketahui, berdasarkan Pengumuman resmi yang dikeluarkan Dirjen Pajak No. Peng-02/PJ.01/2015 tentang Asosiasi Konsultan Pajak dan Penyampaian Surat Keputusan Keanggotaan Asosiasi Konsultan Pajak, hingga per-tahun 2015 sudah ditetapkannya 2 asosiasi konsultan pajak, yakni:

No

Nama Asosiasi

Nomor Keterangan Terdaftar

1.

Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)

SKT-01/AKP/PJ/2015  (21 September 2015)

2.

Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia

SKT-02/AKP/PJ/2015 (21 September 2015)

 

Konsep yang membuka ruang bagi terbentuknya berbagai organisasi konsultan Pajak dalam PMK tersebut, kata Misbakhun, akan direvisi pengaturannya menjadi satu organisasi pajak berdasarkan RUU Konsultan Pajak terbaru yang akan dibahas DPR bersama Presiden.

 

“Karena nanti Organisasi Konsultan Pajak itulah yang akan mengeluarkan Surat Keputusan Ijin Praktik, Pendidikan Khusus Profesi Konsultan Pajak (PKPKP), melakukan pengawasan pelaksanaan kode etik dan standar profesi konsultan pajak dan seterusnya, maka diharapkan kedepannya hanya satu organisasi pajak yang eksis,” ujar Misbakhun.

 

(Baca Juga: Wacana Membentuk RUU Tentang Konsultan Pajak, Perlukah?)

 

Aturan soal wadah tunggal profesi konsultan pajak tersebut, dijelaskan Misbakhun, diatur dalam Ketentuan Peralihan RUU Konsultan Pajak pada pasal 21 ayat 1. Beleid tersebut mengatur bahwa Asosiasi Konsultan Pajak yang akan berlaku berdasarkan RUU tersebut adalah asosiasi yang telah terdaftar pada Direktorat Jenderal Pajak dan memiliki jumlah anggota yang telah memiliki izin praktik ‘dengan jumlah terbanyak’, serta asosiasi yang telah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan sebagai pelaksana Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak.

 

Bahkan dipertegas dalam muatan pasal 21 ayat (2) bahwa Asosiasi Konsultan pajak selain yang dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) tersebut, maka dilarang melaksanakan kegiatan Asosiasi Konsultan Pajak. Adapun terkait konsultan pajak yang telah memiliki izin praktik yang masih berlaku, maka berdasarkan RUU Konsultan Pajak diperkenankan melakukan kegiatan profesi sebagai Konsultan Pajak paling lama 6 bulan sejak berlakunya RUU Konsultan Pajak.

 

Pasal 21

(1) Dengan berlakunya Undang-undang ini, Asosiasi Konsultan Pajak yang sebelum UU ini berlaku:

  1. Telah terdaftar dan diakui oleh Direktur Jenderal Pajak;
  2. Mempunyai anggota yang telah memiliki izin praktik Konsultan Pajak yang masih berlaku dengan jumlah terbanya; dan
  3. Telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai pelaksana Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak,
  4. Ditetapkan sebagai Organisasi Konsultan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini.

(2) Dengan berlakunya Undang-undang ini, asosiasi konsultan pajak selain asosiasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang melaksanakan kegiatan  Asosiasi Konsultan Pajak

 

Menanggapi Misbakhun, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Suryo Utomo, mengungkapkan bahwa pemerintah mendukung inisiasi aturan tentang konsultan pajak ini. Menurut dia, upaya peningkatan penerimaan pajak memerlukan dukungan berbagai pihak, termasuk konsultan pajak. “Saya lihat RUU ini sebagai reformasi perpajakan karena bagian dari ranah perpajakan di Indonesia," katanya.

 

Tags:

Berita Terkait