Ironi Warga Binaan, Sudah Dihukum Badan Istripun Minta Diceraikan
Utama

Ironi Warga Binaan, Sudah Dihukum Badan Istripun Minta Diceraikan

Banyak dari warga binaan merupakan tulang punggung keluarga.

Aji Prasetyo
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi warga binaan di salah satu lapas. Foto; RES
Ilustrasi warga binaan di salah satu lapas. Foto; RES

Sudah jatuh tertimpa tangga, kalimat ini sepertinya cocok ditujukan para warga binaan yang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Selagi mereka mempertanggung jawabkan perbuatannya dengan menjalani hukuman badan, para warga binaan justru ‘kembali dihukum’ dengan adanya surat permintaan cerai dari istrinya.

Hal itu diungkapkan Kalapas Kelas I Tangerang, Victor Teguh Prihandono, dalam Kegiatan Pembentukan Agen Informasi dan Publikasi Pemasyarakatan SABerPAS untuk Sinergi Pemasyarakatan, Media dan Masyarakat yang diadakan Ditjen PAS Kementerian Hukum dan HAM dan bertempat di Hotel Mercure, Kemayoran, Jakarta.

“Persoalannya sama bahwa masalah keluarga kondisi narapida di luar sebelum dan kemudian ketika dia masuk ke dalam lapas mendapatkan masalah perceraian,” ujar Victor kepada wartawan, Rabu (19/5).

Menurut Victor, mayoritas permintaan cerai diakibatkan adanya masalah rumah tangga. Dengan mereka menjalani hubungan badan, otomatis para warga binaan tidak bisa memberi nafkah kepada istri maupun anak-anaknya sehingga surat permintaan perceraian pun dilayangkan kepada meraka. Dan ia yakin hal ini pun sebenarnya terjadi kepada warga binaan di Lapas lain. (Baca: Ditjen PAS Ajak Masyarakat Berpartisipasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan)

“Mereka sering mengadu merek sering menyampaikan pada prinsipnya kami sebagai petugas, kehidupan mereka di dalam lapas itu kita buat lebih mengambil hikmah dari semua kejadian itu sehingga kalau ada yang difasilitasi terkait dengan proses perceraian, izin menengok keluarga yang sakit kita akan fasilitasi sesuai aturannya,” terangnya.

Pihak Lapas sendiri menurutnya membantu memfasilitasi para warga binaan yang diajukan permintaan cerai, termasuk para aparatur pengadilan yang mengurus perkara ini. Lapas mempersilahkan aparat pengadilan untuk menemui warga binaan dan memberikan informasi berkaitan dengan perkara perceraian tersebut.

Tetapi ada batasan tertentu yang memang tidak bisa diijinkan oleh pihak Lapas seperti menghadiri persidangan. “Tapi pada prinsipnya kita tidak izinkan dan panitera pengadilan agama yang datang untuk menyampaikan itu. Jadi kita tidak izinkan. Kita hanya intervensi kenyataan realita hidup di penjara tuh, inilah salah satu resikonya. Jadi intervensi prosesnya, administrasi kita tidak ikut campur. Kita tetap memenuhi hak mereka,” jelasnya.

Mengenai berapa banyak surat permintaan cerai itu, Victor mengaku tidak bisa memberikan angka pasti, sekitar puluhan surat. Namun ia memastikan jika permintaan perceraian untuk menghadap ke persidangan kerap kali terjadi kepada warga binaan khususnya di Lapas Kelas I Tangerang.

“Kami kapasitas 600 orang lapas kelas I Tangerang. Sekarang isinya 2.178 orang. Kita tidak bisa menyimpulkan seminggu berapa kali. Tapi kalau kejadian untuk cerai sering terjadi, dengan menerima surat panggilan untuk menghadap sidang. Perkiraan enggak sampai 50an tapi memang perceraian itu sering terjadi bagi warga binaan yang ada di dalam lapas,” pungkasnya.

Menurut Victor, mayoritas permintaan perceraian itu diajukan kepada warga binaan dengan masa hukuman diatas 5 tahun. “Lebih banyak mereka yang diatas lima tahun. Tidak memdang kasus apa. Tapi ketika di dalam dia tidak mampu menghidupi keluarga dan kenyataan enggak mampu mereka minta cerai,” tuturnya.

Oleh karena itu, pihaknya mewajibkan seluruh warga binaan mengikuti berbagai kegiatan pembinaan baik itu kepribadian maupun kemandirian. Hal ini dilakukan agar ketika nanti kembali ke masyarakat para warga binaan sudah mempunyai ketrampilan bekerja maupun berwiraswasta untuk menghidupi dirinya maupun keluarga.

Hal senada dikatakan Kalapas I Cipinang Tonny Nainggolan. Ia mengaku juga kerap mendapatkan surat permintaan cerai dari Pengadilan Agama kepada para warga binaan. Menurut Tonny hal ini bisa terjadi karena banyak dari warga binaan merupakan tulang punggung keluarga sehingga ketika mereka menjalani hukuman badan maka tidak ada lagi yang menafkahi keluarganya.

“Bisa saja ia tulang punggung, atau bisa juga napas kehidupan. Hampir tiap minggu, hampir lima saya dapat surat perceraian dari pengadilan agama,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait