Ketua MK periode 2003-2008 itu menyebutkan Pasal 29 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 memperkuat posisi negara berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, putusan pengadilan baik di MA dan MK menggunakan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
“Karena hakim bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa yang diyakini sebagai sumber kekuasaan dan keadilan,” tegasnya.
Mengacu Pasal 29 UUD Tahun 1945 itu, Jimly menyebut Indonesia adalah negara berketuhanan, tapi bukan negara agama. Bukan berarti negara anti Tuhan dan agama. Tuhan bersifat universal yang diyakini oleh semua umat manusia. Perbedaan hanya ada pada cara dan pemahaman.
Menurut Jimly, makna Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pasal 29 itu terkait dengan agama. Semua agama memiliki prinsip yang sama ujungnya yakni Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut berkaitan dengan Pasal 29 ayat (2) UUD Tahun 1945 dimana negara memberikan perlindungan bagi setiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.