Memposisikan Union Busting
Kolom

Memposisikan Union Busting

Tulisan ini memperlihatkan bagaimana satu ketentuan undang-undang, yaitu mengenai union busting, yang tercetak dengan kata-kata yang sama, namun menjadi konsep yang dipahami dan dijalankan secara berbeda oleh pekerja dan pengusaha.

Bacaan 2 Menit

Alasan pengusaha memberikan sanksi berupa skorsing terhadap pekerja hanya berkaitan mengenai pekerja selaku pengurus serikat pekerja telah menyampaikan surat yang ditujukan kepada pengusaha perihal revisi UMSP 2008. Pengusaha memberikan sanksi berupa skorsing terhadap pekerja selaku pengurus serikat pekerja, yang artinya sanksi tersebut diberikan terhadap pekerja bukan karena pekerja melakukan kesalahan atau melakukan pelanggaran atas ketentuan yang diatur dalam Peraturan Perusahaan ataupun peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku, oleh karenanya sanksi tersebut tidak memiliki dasar dan alasan hukum yang kuat.

 

Pesan yang berusaha disampaikan oleh pekerja melalui argumen tersebut adalah, pengusaha tidak dapat memberikan sanksi berupa skorsing, jika sanksi itu diberikan semata-mata karena kedudukannya sebagai ketua serikat pekerja.

 

Pekerja juga tercatat menggunakan argumentasi union busting untuk menolak tindakan pengusaha yang melakukan perubahan jadwal kerja. Hal ini dapat dilihat dalam perkara nomor 133 PK/Pdt.Sus.PHI/2017, di mana pekerja adalah juga serikat pekerja dan turut dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama.

 

Pekerja menolak perubahan jadwal kerja dengan dalil sebagai berikut:

Perubahan jadwal kerja pekerja yang semula mengikuti jadwal kerja shift menjadi non shift adalah batal demi hukum. Hal tersebut dikarenakan ... mengenai dispensasi telah tegas diatur dalam kesepakatan tata tertib perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama, yaitu masing-masing team perunding diberikan dispensasi penuh pada saat melaksanakan perundingan dengan tidak mengurangi hak, prestasi maupun konduitenya, dengan pengaturan, untuk shift I dan II diberikan dispensasi pada hari dilaksanakannya perundingan, dan untuk shift III diberikan dispensasi pada hari menjelang dilaksanakannya perundingan.

 

Pandangan yang hendak disampaikan oleh pekerja melalui argumennya tersebut adalah, pengusaha tidak dapat mengubah jadwal kerja jika pekerja yang merupakan pengurus serikat pekerja terlibat dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama dan telah diberikan dispensasi meninggalkan pekerjaan.

 

Berkebalikan dengan argumentasi yang dibangun oleh pekerja di atas, pihak pengusaha umumnya berpendapat bahwa tindakan disiplin yang diberikan adalah karena adanya pelanggaran yang dilakukan pekerja, atau keputusan yang dibuat adalah karena adanya kebutuhan dari segi operasional. Dengan kata lain tindakan disiplin yang diberikan atau pun keputusan yang diambil ada dasar dan alasannya serta bukan karena kedudukan maupun aktifitas pekerja selaku pengurus .

 

Hal ini antara lain dapat dilihat dari putusan-putusan pengadilan di bawah ini:

  • Putusan Nomor 405 K/Pdt.Sus-PHI/2013 mengenai PHK karena penolakan mutasi. Dalam perkara ini pengusaha berargumen bahwa pengusaha tidak menghalangi pekerja dalam melaksanakan kegiatan sebagai ketua umum serikat pekerja sesuai ketentuan yang berlaku. Mutasi dilakukan semata-mata dengan pertimbangan profesionalisme dan sesuai kebutuhan perusahaan, serta merupakan hal yang biasa dalam suatu organisasi dan dapat dilakukan kepada seluruh karyawan dan pengusaha mempunyai kewenangan mengatur karyawan perusahaan. Terkait penolakan pekerja untuk melaksanakan tugas jabatannya, maka hal tersebut merupakan pelanggaran disiplin berat. Hukuman atas pelanggaran disiplin berat adalah PHK.
  • Putusan Nomor 152/Pdt.Sus PHI/2015/PN.Bdg, dimana pengusaha melakukan PHK perhadap pekerja karena pekerja melakukan unjuk rasa dan tidak masuk kerja. Pengusaha mendalilkan bahwa mangkir merupakan pelanggaran terhadap peraturan perusahaan, yaitu termasuk kategori pelanggaran berat dengan sanksi PHK.
  • Putusan Nomor 32/G/2012/PHI/PN.Bdg terkait PHK karena pekerja melakukan tindakan anarkhis. Dalam perkara ini pekerja melakukan unjuk rasa dengan menimbulkan keributan dan merusak pagar perusahaan serta mengintimidasi dan menghalang-halangi pekerja lain untuk masuk ke lingkungan perusahaan.
Tags:

Berita Terkait