Problematika harga dan pasokan minyak goreng hingga saat ini masih menjadi perdebatan publik. Pasalnya meski pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menstabilkan harga minyak goreng salah satunya lewat HET, nyatanya harga tidak mengalami penurunan dan stok minyak goreng di pasaran masih langka.
Atas situasi ini Ombudsman menilai akar permasalahan dari kelangkaan minyak goreng dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) adalah disparitas harga yang mencapai Rp 8.000 - 9.000/Kg. Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika menyampaikan opsi agar pemerintah memberlakukan HET hanya untuk minyak goreng curah, sedangkan untuk kemasan premium dan sederhana harga mengikuti mekanisme pasar.
"Untuk menghilangkan disparitas harga minyak goreng yang menyebabkan kelangkaan ini, opsi pertama yang dapat dilakukan Pemerintah adalah melepaskan minyak goreng kemasan premium dan sederhana dari kebijakan HET dan ikut mekanisme pasar. HET hanya berlaku untuk curah dengan jaringan distribusi khusus di pasar pasar tradisional dengan mekanisme pengawasan yang transparan dan akuntabel," terang Yeka dalam Konferensi Pers Daring, Selasa (15/3).
Yeka menjelaskan, apabila harga minyak goreng kemasan premium dan sederhana diserahkan sesuai mekanisme pasar, maka para produsen akan bersaing sehingga menutup celah bagi spekulan. "Para spekulan memanfaatkan disparitas harga minyak goreng di pasar tradisional yang sulit untuk diintervensi Pemerintah. Aktifitas spekulan ini juga yang memunculkan dugaan terjadinya penyelundupan minyak goreng," ujar Yeka.
Baca:
- KPPU Nilai Persaingan Usaha Sehat Belum Jadi Arus Utama Perumusan Kebijakan
- Adakah Sanksi Hukum Memblokir Jalan untuk Pesta Pernikahan? Simak Penjelasannya
- BPKN Ingatkan Konsumen Tak Tergoda Influencer Saat Memilih Investasi Digital
Ia menambahkan, dampak dilepaskannya harga minyak goreng pada mekanisme pasar adalah harga minyak goreng akan naik. Oleh karena itu pemerintah perlu melindungi kelompok masyarakat yang rentan seperti keluarga miskin dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) melalui mekanisme bantuan langsung tunai (BLT).
"Agar tidak membebankan APBN, untuk keperluan BLT, pemerintah dapat meningkatkan pajak dan levy(pungutan ekspor) produk turunan Crude Palm Oil (CPO)," imbuhnya.