MK Tegaskan UU Pengadilan HAM Berlaku Hanya untuk WNI
Utama

MK Tegaskan UU Pengadilan HAM Berlaku Hanya untuk WNI

MK nilai pembentuk UU Pengadilan HAM hanya ingin mengakomodir personal jurisdiction yang hanya ditujukan kepada warga negara Indonesia, tidak termasuk warga negara asing.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Direktur Jenderal (Dirjen) Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM periode 2010-2014 itu mengatakan, pada umumnya perumusan hak dalam UUD 1945 dirumuskan dengan menggunakan frasa ‘setiap orang berhak’ (individual human rights) dan hanya beberapa hak yang dirumuskan sebagai hak warga negara. Misalnya tentang kesempatan yang sama dalam pemerintahan, hak dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, dan hak memperoleh pendidikan.

Perbedaan perumusan hak itu berdampak terhadap implementasinya. Perumusan hak konstitusional sebagai individual human rights dapat memberikan peluang untuk dijamin dan ditegakkan dalam konteks prinsip universalitas HAM, tidak seperti pemenuhan hak warga negara yang terbatas bagi warga negara yang bersangkutan (bukan sebagai hak semua orang). Kendati demikian, Wahidudin menyebut pelaksanaan hak sebagai individual human rights terkait dengan hubungan konstitusional antara pemegang hak dengan konstitusi negara.

“Artinya pelaksanaan HAM yang telah dirumuskan dalam konstitusi secara kontekstual sangat berkaitan dengan yurisdiksi suatu negara,” urainya.

Wakil Ketua MK Saldi Isra melanjutkan, pemohon meminta agar frasa ‘oleh warga negara Indonesia’ dalam norma Pasal 5 UU 26/2000 dinyatakan inkonstitusional agar dapat diberlakukan yurisdiksi universal di Indonesia. Hal ini merupakan bentuk tanggung jawab Indonesia dalam melaksanakan ketertiban dunia, perdamaian abadi, dan keadilan sosial sebagaimana Pembukaan UUD 1945.

Saldi yang juga Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas itu mengatakan, dalam pembentukan UU 26/2000, para pembuat UU hanya ingin mengakomodir personal jurisdiction yang hanya ditujukan kepada warga negara Indonesia, tidak termasuk warga negara asing. Mengacu Princenton Principles, mahkamah berpendapat kejahatan yang dapat diberlakukan yurisdiksi universal adalah the serious crimes under international law seperti pembajakan, perbudakan, kejahatan perang, kejahatan terhadap perdamaian, kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida dan penyiksaan serta terorisme.

Ketua MK, Anwar Usman, menyimpulkan berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum yang ada pokok permohonan para Pemohon dinilai tidak beralasan menurut hukum. “Amar putusan, mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” paparnya membacakan amar putusan.

Tags:

Berita Terkait