Pemohon Uji Materi UU Perkawinan Berkurang Satu
Berita

Pemohon Uji Materi UU Perkawinan Berkurang Satu

Alasannya, lantaran sibuk dengan pekerjaan.

CR-17
Bacaan 2 Menit

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, seorang mahasiswi dan empat orang alumni FHUI mengajukan permohonan pengujian Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan. Para pemohon menilai Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan berimplikasi pada tidak sahnya perkawinan di luar hukum agama.

Pasal ini mengandung unsur “pemaksaan” warga negara untuk mematuhi agama dan kepercayaannya di bidang perkawinan. Efeknya, timbul penyelundupan hukum dengan melangsungkan perkawinan di luar negeri, secara adat, atau pindah agama sesaat. Karenanya, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan bertentangan dengan UUD 1945.

Pemohon menilai Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28B ayat (1), Pasal  28D ayat (1), Pasal 28E ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28I ayat (1), dan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945.

“Pasal itu bentuk pembatasan hak warga negara untuk melangsungkan perkawinan,” ujar salah satu pemohon Luthfi Sahputra dalam sidang pendahuluan di ruang sidang MK, Kamis (4/9). Luthfi didampingi pemohon lainnya yaitu Damian dan Anbar Jayadi.

Dalam perkembangannya, permohonan Anbar dkk mengalami beberapa perubahan. Yang paling signifikan berubah adalah petitum (tuntutan) permohonan yang semula meminta menghapus Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan menjadi meminta pemaknaan baru pasal itu dengan cara MK memberi tafsir konstitusional bersyarat (conditionally constitutional).

“Kami ingin bunyi pasal itu, ‘Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu sepanjang dimaknai penafsiran hukum agama dan kepercayaannya itu diserahkan kepada masing-masing calon mempelai,” pintanya.

Tags:

Berita Terkait