Penerapan Pidana Mati dalam KUHP Nasional Bersifat Ultimum Remedium
Utama

Penerapan Pidana Mati dalam KUHP Nasional Bersifat Ultimum Remedium

Karena terdapat upaya mengubah hukuman dengan masa percobaan selama 10 tahun, agar terpidana memperbaiki diri.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 5 Menit

Dengan dimasukannya pidana mati sebagai kategori pidana khusus maka dibedakan dengan pidana pokok. Asep menyampaikan pembedaan tersebut bertujuan menekankan bahwa pidana mati penerapannya bersifat upaya terakhir atau ultimum remedium, mendesak, dan urgen.

Penerapan pidana mati juga harus selalu diancamkan secara alternatif dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun. Dengan demikian, pidana mati dijatuhkan dengan masa percobaan agar terpidana memperbaiki diri sehingga tidak dilaksanakannya terpidana mati tersebut.

Secara umum, mantan  Kepala Kejaksaaan Tinggi Jawa Barat itu menyampaikan pidana mati pada KUHP Nasional menekankan rasa kemanusiaan lebih luas dibandingkan aturan sebelumnya. Hal ini terlihat dalam Pasal 100 KUHP Nasional  ayat (1) yang menyebutkan, ”Hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun dengan memperhatikan: a. rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri: atau b. peran terdakwa dalam tindak pidana”.

Sementara ayat (2) menyebutkan, ”Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus dicantuumkan dalam putusan pengadilan”. Kemudian ayat (3) menyebutkan, ”Tenggang waktu masa percobaan 10 tahun dimulai 1 hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap”.

Selanjutnya ayat (4)  menyebutkan, ”Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan keputusan presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung”. Sementara ayat (6) menyebutkan, ”Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunjukan sikap dan perbatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk didperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan di atas perintah Jaksa Agung”.

Menengahi pro dan kontra

Dalam kesempatan tersebut, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu mengatakan, berlakunya KUHP Nasional kurang dari dua tahun sehingga aturan turunan penerapan pidana mati perlu segera dirumuskan dan diterbitkan pemerintah. Dalam KUHP Nasional, implementasi pidana mati ini merupakan keseimbangan antara pro dan kontra.

”Indonesia mengambil langkah progresif karena pidana mati otomatis dijatuhkan dengan masa percobaan. Bagi kami mengapresiasi meski kami menolak pidana mati secara keseluruhan,” ungkap Erasmus.

Tags:

Berita Terkait