Penerapan Pidana Mati dalam KUHP Nasional Bersifat Ultimum Remedium
Utama

Penerapan Pidana Mati dalam KUHP Nasional Bersifat Ultimum Remedium

Karena terdapat upaya mengubah hukuman dengan masa percobaan selama 10 tahun, agar terpidana memperbaiki diri.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 5 Menit

ICJR sendiri menemukan penambahan dengan total 218 kasus pidana baru yang dituntut serta divonis dengan pidana mati dengan jumlah terdakwa sebanyak 242 orang. Angka penambahan kasus pidana mati baru yang terkumpul pada periode pelaporan tahun 2023 memperlihatkan tren penambahan kasus yang terus meningkat selama 5 tahun terakhir.

”Tren penambahan kasus yang dituntut maupun divonis pidana mati pada 2023 masih didominasi oleh tindak pidana narkotika atau 89 persen,” ungkap Eras.

Bahkan, berdasarkan data ICJR menyatakan dari penerapan kasus pidana mati di Indonesia secara umum, terdapat setidaknya 11 terdakwa yang sebelumnya pernah dituntut maupun divonis pidana mati kemudian kembali dituntut serta divonis dengan pidana mati untuk kedua kalinya atau lebih. Seluruhnya kasus narkotika, sekalipun suatu kasus telah dituntut ataupun diputus pidana mati, kecenderungan terjadi kembali tindak pidana juga tetap terjadi.

Terkait dengan jumlah seluruh orang dalam deret tunggu terpidana mati, sampai Oktober 2023 terdapat penambahan sebanyak 81 orang atau 19 persen yang berada di dalam antrian tunggu pidana mati di Indonesia. Menurutnya, total terpidana mati per 19 Oktober 2023 yang berada di deret tunggu eksekusi mati di Indonesia ada 509 orang.

Kasus narkotika/psikotropika masih menduduki posisi tertinggi sebanyak 351 (69 persen) terpidana mati. Sedangkan total terpidana mati yang telah berada dalam deret tunggu eksekusi lebih dari 10 tahun per Februari 2024 diperkirakan berjumlah 110 orang.

Dengan kondisi tersebut, terdapat dua kategori terpidana mati yang akan menjalani proses penilaian untuk mendapatkan perubahan hukuman, yakni terpidana mati sebelum ada KUHP Baru dan setelah ada KUHP Baru, maka mekanisme penilaian terhadap dua kategori terpidana mati tersebut juga perlu dibedakan. Perbedaan mekanisme penilaian ini sangat relevan karena adanya perbedaan tingkat kerentanan dan kondisi psikologis yang dialami oleh masing-masing kategori terpidana mati.

Rekomendasi

Dalam keterangan resminya, ICJR merekomendasikan kepada berbagai pemangku kepentingan. Seperti Jaksa Agung untuk melakukan moratorium penuntutan pidana mati, berkaca dari politik hukum pidana mati saat ini yang mulai mengarah pada penghapusan pidana mati secara de facto.

Selain itu, pemerintah agar tidak melakukan eksekusi mati, karena politik hukum pidana mati telah berubah pasca KUHP 2023, seluruh terpidana mati akan menjadi subjek penialaian atau assessmen untuk pengubahan hukuman. ICJR juga merekomendasikan agar pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai mekanisme penilaian bagi terpidana mati, termasuk aturan untuk terpidana mati yang telah berada dalam Lapas sebelum disahkannya KUHP Baru.

Serta, menyegerakan proses penilaian atau assessmen dan mengatur mekanisme pengubahan hukuman mati, sesuai dengan komitmen UPR, paling tidak pada 110 orang yang sudah dalam deret tunggu lebih dari 10 tahun , dan rekomendasi untuk lembaga lain yang selengkapnya dapat diakses di dalam laporan.

Tags:

Berita Terkait