Penerbitan Perppu Bakal Overlapping dengan RUU Terorisme
Berita

Penerbitan Perppu Bakal Overlapping dengan RUU Terorisme

​​​​​​​Pemerintah mesti bersabar sekaligus menyelesaikan pekerjaan soal perumusan dalam Pasal 1 terkait pendefinisian terorisme.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi penanganan terorisme. Foto: RES
Ilustrasi penanganan terorisme. Foto: RES

Presiden Joko Widodo tak dapat menyembunyikan kegeramannya dengan aksi berbagai teror di Surabaya dan kerusuhan Mako Brimob Kelapa Dua dalam sepekan terakhir. Sejumlah korban berjatuhan. Namun di lain sisi, Revisi UU No.15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme belum juga rampung pembahasannya. Karena itu, Jokowi menyatakan bakal menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

 

Jokowi berpendapat pembahasan sudah berlangsung nyaris dua tahun antara pemerintah dengan DPR. Namun di kala belum rampungnya RUU tersebut, aksi teror demi teror malah masih terjadi. DPR dan kementerian terkait yang mewakili pemerintah dalam pembahasan RUU tersebut diharapkan dapat segera merampungkan pada masa sidang berikutnya.

 

DPR memang sedang memasuki masa reses hingga 18 Mei mendatang. Karena itulah setelah memasuki masa reses tak ada alasan pembahasan RUU tersebut tidak dapat diselesaikan. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu berpendapat revisi terhadap UU 15 Tahun 2003 amatlah penting. Sebab dapat menjadi payung hukum bagi aparat penegak hukum dalam melakukan penindakan secara tegas dan pencegahan.

 

“Kalau nantinya di bulan Juni di akhir masa sidang ini belum segera diselesaikan, saya akan keluarkan Perppu,” ujarnya sebagaimaa dikutip website setkab.go.id, Senin (14/5).

 

Rencana Presiden Joko Widodo pun mendapat penolakan dari kalangan anggota dewan. Anggota Komisi II DPR Firman Subagyo menyatakan bakal menolak bila pemerintah bersikukuh menerbitkan Perppu. Sebab Perppu tersebut bakal menggantikan UU 15/2003. Padahal UU 15/2003 sedang direvisi dan dibahas DPR bersama pemerintah.

 

Sebaliknya, dengan penerbitan Perppu bakal terjadi tumpang tindih produk aturan hukum pemidanaan. Mestinya pemerintah dapat bersabar menunggu rampungnya pembahasan RUU tersebut. Lagi pula, dari total pasal dalam draf RUU, menyisakan satu pasal terkait dengan pendefinisian terorisme.

 

“Dalam menerbitkan aturan hukum hendaknya tidak ada overlaping dan tumpang tindih karena penbahasan revisi UU terorisme tinggal menyelesaikan beberapa pasal yang mentok karena adanya ego sektoral serta tarik menarik kepentingan politik nasional,” ujarnya melalui sambungan telepon kepada hukumonline, Senin (14/5).

 

Baca:

 

Pengaturan penanganan tindak pidana terorisme dalam ketentuan UU 15/2003 memang masih terdapat kekurangan. Akibatnya, aparat kepolisian dinilai tak dapat berbuat represif. Kekurangan tersebut antara lain soal keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam penanganan kerja-kerja pemberantasan terorisme.

 

Sebab itulah, persoalan terorisme bukan saja menjadi wilayah Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN) semata. Namun pula menjadi tanggung jawab bangsa dan negara, termasuk TNI. Pasalnya, tindak pidana terorisme tak saja dilakukan murni oleh warga lokal. Namun sudah melibatkan lintas negara.

 

“Pemerintah jangan terburu-buru untuk menyelesaikan persoalan ini dengan mengeluarkan Perppu. Sebab, masalah pembahasan revisi UU terorisme ini tinggal menyelesaikan tahap akhir saja,” ujarnya.

 

Ketua Panja RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Muhammad Syafii mengatakan, meski penerbitan Perppu merupakan kewenangan pemerintah, namun wajib memenuhi sejumlah syarat. Seperti tercantum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 138/PUU-UI/2009 ditafsirkan tiga persyaratan keadaan yang harus dipenuhi dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.

 

Misalnya terkait syarat kekosongan hukum. Hingga sudah ada UU 15/2003 yang masih dapat digunakan aparat penegak hukum dalam memberantas aksi terorisme di Indonesia. Syarat lainnya terkait dengan kekosongan hukum tak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang baru secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan mendesak perlu ada kepastian untuk diselesaikan.

 

“Maksudnya keluar Perppu supaya polisi buat sesukanya gitu. Ya UU yang ada sudah memadai. Sedangkan RUU yang sedang disusun sudah hampir finish,” ujar Syafii yang juga anggota Komisi III DPR itu.

 

Terpisah, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkopolhukam) Wiranto mengumpulkan pimpinan partai politik pendukung pemerintah. Pertemuan tersebut dalam rangka meminta masukan perlu tidaknya penerbitan Perppu. Namun hasil pertemuan tersebut, disepakati tidak akan menempuh jalan dengan menerbitkan Perppu. Sebaliknya, jalan yang ditempuh pemerintah yakni dengan menyelesaikan RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

 

“Mudah-mudahan bisa (segera, red) diundangkan,” ujarnya di rumah dinasnya di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. (ANT)

Tags:

Berita Terkait