Perlindungan Hak Cipta NFT Masih Dikaji
Terbaru

Perlindungan Hak Cipta NFT Masih Dikaji

Perlu adanya kajian mendalam terkait hal ini karena karya digital NFT hanyalah berupa angka-angka atau kode-kode, sehingga perlu ada pembahasan mendalam dari stakeholder terkait.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Kegiatan Organisasi Pembelajaran (OPERA DJKI). Foto: DJKI
Kegiatan Organisasi Pembelajaran (OPERA DJKI). Foto: DJKI

Saat ini Indonesia telah memasuki era 5.0, yang mengintegrasikan ruang maya dan ruang fisik. Integrasi tersebut dilakukan untuk membuat semua hal menjadi lebih mudah. Salah satunya adalah perdagangan dan pembelian secara digital dengan Non-Fungible Token (NFT). 

NFT adalah aset digital dengan metadata unik yang dilampirkan pada token untuk digunakan sebagai koleksi digital atau aset digital yang mewakili objek dunia nyata seperti lukisan, seni musik, item dalam game, hingga video pendek. Transaksi NFT akan tercatat dalam sebuah data pada blockchain. Data tersebut berisi informasi tentang pencipta, harga, dan histori kepemilikan aset NFT.

“Pembuktian karya tercatat pada jaringan blockchain tidak dapat diedit dan dihapus dikarenakan karya cipta berbentuk smart contract yang dibungkus dalam bentuk sebuah token digital harus tunduk dengan isi smart contract di dalamnya,” ujar Agung Damarsasongko, Koordinator Pelayanan Hukum dan Lembaga Manajemen Kolektif pada kegiatan Organisasi Pembelajaran (OPERA DJKI), dikutip dari laman DJKI, Senin (13/3).

Baca Juga:

NFT sendiri merupakan hal penting dalam perlindungan hak cipta. Pada NFT dapat membuktikan bahwa sebuah karya seni lebih dulu ada karena tercatat lebih awal. Ini merupakan bukti kuat dari lahirnya karya tersebut. Hal inilah yang membuat NFT menjadi teknologi enabler untuk melindungi hak cipta.

“Contohnya bisa dilihat pada Aplikasi Baliola. Aplikasi tersebut merupakan NFT Marketplace pertama di Bali yang pembuktiannya kepemilikannya dilakukan dengan cara melihat historikal bukti pembuatan karya, surat pernyataan hak cipta, serta pada spesifikasi teknis karya yang dipasarkan,” terang Agung.

Sementara itu, pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) terdapat tiga pilar sistem hak cipta, antara lain regulasi yang mengatur dan menjamin hak-hak pencipta serta pelindungan hukum atas karya-karya yang dihasilkan, sistem penegakan hukum yang melindungi pelanggar atas hak cipta, serta manajemen pengelolaan hak yang terkait komersialisasi karya cipta.

Tags:

Berita Terkait