Perppu Cipta Kerja Dinilai Tidak Otomatis Selesaikan Karut Marut Investasi
Utama

Perppu Cipta Kerja Dinilai Tidak Otomatis Selesaikan Karut Marut Investasi

Alasan kedaruratan yang disampaikan pemerintah perlu dijustifikasi dengan baik. Jika tidak maka Perppu ini bisa menimbulkan banyak pertanyaan, terutama alasan kenapa pemerintah merasa tergesa-gesa.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Perppu Cipta Kerja Dinilai Tidak Otomatis Selesaikan Karut Marut Investasi
Hukumonline

Pemerintah pada pengujung tahun 2022 mengumumkan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 sebagai Pengganti Undang-Undang 11/2020 tentang Cipta Kerja. Pemerintah beralasan penerbitan Perppu 2/2022 untuk mengantisipasi gejolak ekonomi global dan meningkatkan investasi di Indonesia.

Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Krisna Gupta, menilai tidak secara otomatis menyelesaikan berbagai persoalan yang menghambat masuknya investasi di Indonesia. Meski demikian, terbitnya Perppu menunjukkan bahwa pemerintah sangat percaya diri dengan kemampuan UU Cipta Kerja dalam menarik investasi dan menciptakan lapangan kerja, sehingga partisipasi publik dirasa tidak diperlukan.

Dia mengatakan alasan kedaruratan yang disampaikan pemerintah perlu dijustifikasi dengan baik. Jika tidak maka Perppu ini bisa jadi malah menimbulkan semakin banyak pertanyaan, terutama alasan kenapa pemerintah merasa tergesa-gesa. “Apakah ada perubahan substansial di Perppu tersebut dibanding UU Cipta Kerja yang dapat menimbulkan kontroversi?” tanya Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Krisna Gupta.

Baca Juga:

Menurutnya, alih-alih menciptakan kepastian hukum bagi investor, Perppu ini malah menimbulkan semakin banyak pertanyaan dan ketidakpastian, terutama menjelang pergantian pemerintahan di 2024. Menarik investasi perlu perubahan sistematis yang umumnya perlu waktu. Di samping itu, pemerintah perlu mengevaluasi penerapan UU Cipta Kerja sejauh ini.

“Membuat Indonesia menarik bagi investor membutuhkan upaya terstruktur dan konsisten. Kita juga perlu memastikan apakah perubahan-perubahan dan kebijakan yang sudah dibuat sebelumnya sudah efektif atau masih perlu perbaikan, misalnya saja kita perlu mengevaluasi OSS dan meneruskan berbagai upaya yang mendukung kemudahan berusaha atau ease of doing business,” tambahnya.

Jika ingin dikaitkan dengan keberadaan UU Cipta Kerja sebagai ‘omnibus’ dalam memajukan perekonomian Indonesia, Krisna menambahkan, membangun iklim investasi yang kondusif dan mampu menarik minat investor perlu dilakukan dengan perencanaan yang matang dan melibatkan partisipasi publik secara organik dengan membangun dan menjaga regulasi yang transparan dan akuntabel.

Selain itu, Krisna menyampaikan terdapat poin-poin dalam Perppu ini yang mendapatkan banyak penolakan, seperti terkait ketenagakerjaan. Perumusan poin-poin ini membutuhkan masukan publik karena Indonesia kini juga memerlukan investasi padat karya untuk menggerakkan perekonomian.

Di sisi lain, regulasi yang diciptakan secara instan berpotensi tidak menyelesaikan masalah dan malah menimbulkan ketidakpastian dalam hukum. Belum lagi persoalan sosialisasi yang tidak bisa dilakukan secara instan mengingat luasnya wilayah Indonesia dan belum meratanya konektivitas internet antar wilayah. Hal ini, lanjutnya, dapat menimbulkan kesenjangan dalam pemahaman dan pelaksanaan di lapangan.

Dia juga menyarankan pemerintah tetap perlu mengevaluasi sejauh mana Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal mampu menjawab tantangan tumpang tindih regulasi yang selama ini banyak menghambat investasi. 

Investasi masih menjadi titik tumpu pemerintah dalam meningkatkan pembangunan infrastruktur serta membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat diprediksi akan mengalami bonus penduduk usia angkatan kerja.

“Konsistensi regulasi dan kestabilan iklim sosial politik diperlukan untuk menunjang pertumbuhan iklim investasi di Indonesia kedepannya, sehingga menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia, khususnya dengan status UU Cipta Kerja saat ini,” tegasnya.

Seperti diketahui, Presiden RI Joko Widodo telah menetapkan dan menerbitkan Peraturan Perppu tentang Cipta Kerja, atas kebutuhan mendesak guna mengantisipasi kondisi global.

"Hari ini telah diterbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022, tertanggal 30 Desember 2022," ujar Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan pers di Kantor Presiden, ciptaJakarta, Jumat (30/12) lalu.

Dia mengatakan pertimbangan penetapan dan penerbitan Perppu adalah kebutuhan mendesak, di mana pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global baik yang terkait ekonomi maupun geopolitik.

Dia mengatakan terkait ekonomi, Indonesia menghadapi resesi global, peningkatan inflasi, dan ancaman stagflasi. Selain itu lebih dari 30 negara sedang berkembang juga sudah masuk dalam daftar IMF, dan 30 negara lainnya mengantre masuk dalam daftar penerima bantuan IMF.

"Jadi kondisi krisis ini untuk emerging developing country menjadi sangat real, dan juga terkait geopolitik tentang Ukraina-Rusia dan konflik lain juga belum selesai dan pemerintah juga menghadapi, tentu semua negara menghadapi krisis pangan, energi, keuangan dan perubahan iklim," jelasnya.

Airlangga mengatakan Presiden Jokowi juga sudah berbicara dengan Ketua DPR RI terkait penerbitan Perppu Cipta Kerja sehingga Ketua DPR RI sudah terinformasi. "Prinsipnya Ketua DPR sudah terinformasi mengenai Perppu tentang Cipta Kerja dan ini berpedoman pada peraturan perundangan dan Putusan MK," ujar Airlangga.

Tags:

Berita Terkait