Problematika Penerapan Hukum Waris Islam di Indonesia
Utama

Problematika Penerapan Hukum Waris Islam di Indonesia

Masih terdapat sejumlah permasalahan dalam hukum waris Islam, dari masalah poligami, anak hasil kloning, hingga kewenangan membuat surat keterangan waris.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit

“Begitu pula anak mula'nah atau anak diingkari, itu kemana hubungannya? Kemudian ahli waris korban terorisme. Ini saya terinspirasi ketika menjadi narasumber pada tahun lalu diminta LPSK menjadi narasumber tentang ahli waris dari korban terorisme untuk menerima kompenasasi dari negara. Siapa saja menjadi ahli waris bagi orang-orang beragama islam?”

Belum lagi, kata dia, mengenai ahli waris perkawinan campuran atau beda kewarganegaraan. Kemudian anak hasil reproduksi dengan bantuan, yang meski memang telah sesuai dengan UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, namun Neng mempertanyakan bagaimana halnya dengan anak hasil reproduksi dengan bantuan, tetapi rahimnya bukan pemilik ovum melainkan rahim ibu pengganti.

Terlebih yang sudah seringkali terjadi masalah terkait waris bagi anak angkat, anak tiri, bahkan saudara (seibu, seayah, sekandung). Selain itu, terdapat masalah waris yang melibatkan transgender (ganti kelamin) yang meski dalam Islam berarti pembagian tetap dengan kelamin yang asal. Sedangkan khuntsa (androgynous person) akan tergantung dari pemeriksaan medis dan penyempurnaan operasi kelamin.

Ada masalah lain yang menyelimuti hukum waris Islam di Indonesia, bagaimana kewenangan dari lurah maupun camat sebagai pembuat surat keterangan waris. “Kemudian anak hasil kloning setelah saya lihat di China dan Belanda sudah ada anak hasil kloning, di Indonesia saya tidak tahu sudah ada atau tidak. Nah, ini seperti apa untuk hukum waris dan sebagainya? Kemudian, anak hasil perkosaan ini banyak kasus seperti itu. Ini harus kita selesaikan juga. Mungkin nanti ada juga yang menghadap bapak-ibu sebagai notaris.”

Tags:

Berita Terkait