Tak jarang, saat di rumah, Enny bersama suami dan anaknya berdiskusi membahas perkembangan dunia hukum. Terkadang, diskusi dilakukan dengan sang anak dan suami dilakukan melalui aplikasi whatssap. Meski tak bertatap muka, komunikasi dan diskusi kerap dilakukan bersama suami dan putrinya. “Jadi seru sekali, karena dunia kita di hukum semua,” kata dia.
Baca:
- Kepala BPHN Prof Enny Nurbaningsih: Menyoal Delik-Delik “Kontroversial” dalam RKUHP
- Indeks Negara Hukum Meningkat, Tapi Ada yang Nilainya Turun
Harapan sistem hukum
Sebagai Kepala BPHN, Enny memiiki obsesi besar terhadap pembaruan/penataan sistem hukum di Indonesia. Sebab, sistem hukum yang berjalan selama ini dipandang belum sesuai cita-cita para founding father bangsa ini. Tak hanya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), Rancangan Hukum Keperdataan juga belum terselesaikan yang beberapa hukum perdata yang ada sudah tidak efektif penerapannya.
“Apa rekomendasinya di situ, apakah dicabut, apakah bentuk yang baru, apakah direvisi. Ini yang harus dievaluasi dan dianalisa untuk kemudian diperbaharui.”
Dia merasa pekerjaan menata sistem hukum ini seperti mengurai benang kusut, sehingga tidak lepas dari berbagai kegiatan penelitian untuk mendapatkan kesimpulan dan rekomendasi yang tepat untuk memperbaikinya. Mengurai ribuan berbagai jenis peraturan perundang-undangan mesti diimbangi kerja tim yang solid dengan melibatkan para pemangku kepentingan.
“Dengan begitu, dapat diketahui peta besar yang menjadi akar persoalan, termasuk prioritas utama yang mesti dikerjakan,” lanjutnya.
Menurut Enny, prioritas utama yang mesti digarap yakni sektor penegakan hukum dan perbaikan regulasi sektor ekonomi yang menghambat ruang gerak dunia usaha. Ia menilai, semua regulasi di dua sektor tersebut mesti segera diperbaiki. Obsesinya setelah merampungkan RKUHP, dilanjutkan pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) dan UU tentang Pemasyarakatan serta UU Kejaksaan dan UU Kepolisian.