Rencana Penerimaan M.Kn. Dihentikan, Ini Kata Ikatan Notaris Indonesia
Utama

Rencana Penerimaan M.Kn. Dihentikan, Ini Kata Ikatan Notaris Indonesia

Sebelumnya PP INI juga telah meminta moratorium pendidikan kenotariatan kepada Menristekdikti.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Yualita Widyadhari (tengah). Foto: NEE
Yualita Widyadhari (tengah). Foto: NEE

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jendral Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM, Freddy Harris menyatakan akan memastikan dilakukan moratorium penerimaan mahasiswa pendidikan kenotariatan terhitung tahun 2018. Pernyataan yang disampaikan pada agenda Rapat Pleno Pusat Yang Diperluas (RP3YD) sekaligus Pembekalan dan Penyegaran Pengetahuan bagi Ikatan Notaris Indonesia (INI) Jumat (26/1) lalu itu menuai banyak tanggapan dari kalangan notaris.

 

Salah satunya datang dari Pengurus Pusat INI. Saat diwawancarai secara terpisah oleh hukumonline di lokasi acara, Ketua PP INI Yualita Widyadhari menyatakan persetujuan dan dukungan atas rencana Freddy tersebut. “Sebetulnya PP INI sendiri sudah membuat surat moratorium ke Menristekdikti agar dievaluasi, tepat menurut saya,” kata Yualita.

 

Menurut Yualita, perlu banyak evaluasi yang harus dilakukan terhadap kampus-kampus penyelenggara Magister Kenotariatan saat ini. Dengan jumlah yang telah mencapai 39 kampus penyelenggara, pihaknya menerima banyak catatan merah atas pendidikan kenotariatan yang berlangsung.

 

Ia juga menambahkan agar respon atas pernyataan Dirjen AHU tersebut tidak disalahpahami. Bagi Yualita, Dirjen AHU sedang mengajak para pemangku kepentingan atas jabatan notaris ini duduk bersama membicarakan evaluasi dan peningkatan kualitas notaris Indonesia ke depannya.

 

“Ini kan hanya kurang duduk bersama saja, usul saya, Menkumham, Menristekdikti, Prodi (program studi kenotariatan-red.), INI. Karena saya yakin tujuannya cuma satu kok, bagaimana menghasilkan notaris berkualitas, mendukung program Pemerintah untuk masyarakat, bangsa, dan negara, itu aja,” pungkasnya.

 

Sekretaris Umum PP INI, Tri Firdaus Akbarsyah mengungkapkan hal senada soal persetujuan PP INI dengan pernyataan sikap Kemenkumham melalui Ditjen AHU. “(sudah) Betul. Sekarang ini prodi-prodi itu hanya mencetak M.Kn. tanpa memperhatikan kualitas, mereka itu hanya teori. Ada juga sekolah cuma 1 hari seminggu, jarak jauh juga, lulus dikasih M.Kn., ikut ujian jadi notaris,” jelasnya kepada hukumonline.

 

Sebagai Sekretaris Umum, Akbar mengaku telah banyak menerima tembusan laporan pengaduan notaris oleh masyarakan ke Majelis Pengawas. Banyak di antara laporan yang ada itu mengeluhkan kesalahan kerja notaris yang merugikan penghadap. “Kami sudah ketemu Dirjen Dikti, minta supaya ada pembatasan, miris melihat kondisi saat ini, terlalu banyak notaris tapi tidak tahu tanggung jawabnya,” lanjut Akbar.

 

Selain itu, ia membandingkan rekrutmen akuntan publik yang hanya mencapai 100 orang per tahun. “Menristekdikti bilang mereka saja hanya bisa mengangkat 100 akuntan per tahun, tapi notaris jorjoran dibuka,” tambahnya.

 

Dalam forum RP3YD ini baik Yualita maupun Akbar berharap menjadi sarana para notaris berbagai daerah untuk berbagi informasi dan usulan atas permsalahan sehari-hari yang dihadapi di lokasi tugas masing-masing. Selain itu juga untuk perluasan wawasan terkait tugas kenotariatan. Wacana yang dilemparkan Ditjen AHU bagi mereka adalah bagian dari informasi penting untuk disikapi serius para notaris.

 

Sebelumnya Plt Dirjen AHU, Freddy Harris, mengatakan pihaknya akan meminta kepada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) untuk menghentikan penerimaan mahasiswa baru Magister Kenotariatan terhitung tahun 2018.

 

Ia ingin agar moratorium ini harus dilakukan mulai tahun 2018 sampai ada hasil evaluasi bersama antara Ditjen AHU dengan Kemenristekdikti soal penyelenggaraan pendidikan kenotariatan di perguruan tinggi.

 

“Kami adalah user dari outputnya kan, tapi nggak ada koordinasi sampai saat ini, soal kurikulum, kualifikasi pengajar, dan sebagainya,” katanya kepada hukumonline.

 

Akhir tahun 2017 lalu, Kemenkumham menetapkan adanya mekanisme baru untuk menjadi notaris dengan mewajibkan Ujian Pengangkatan setelah lulus Ujian Kode Etik Notaris (UKEN). Alasannya, sebagai cara untuk meningkatkan kualitas notaris yang ditengarai mengalami penurunan. Dirjen AHU menilai muara masalahnya ada pada pendidikan kenotariatan saat ini. Kali ini langkah yang akan diambil adalah meminta moratorium penerimaan mahasiswa pendidikan kenotariatan.

 

Secara tegas Freddy menyatakan Ditjen AHU tidak akan mengakui lulusan dari Magister Kenotariatan yang diterima mulai dari tahun 2018 untuk bisa diangkat sebagai notaris jika Menristekdikti tidak memenuhi permintaannya. “Ya nanti kami tidak akan mengakui hasil lulusan angkatan itu dan seterusnya untuk bisa jadi notaris,” katanya singkat.

 

Baca: Kemenkumham Pastikan Mulai 2018 Penerimaan M.Kn. Harus Dihentikan

 

Berikut daftar kampus-kampus negeri dan swasta yang menyelenggarakan pendidikan kenotariatan.

Perguruan Tinggi Negeri

Perguruan Tinggi Swasta

UNSYIAH

(Universitas Syiah Kuala, Aceh)

USU

(Universitas Sumatera Utara)

UNAND

(Universitas Andalas, Sumatera Barat)

UNSRI

(Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan)

UNIB

(Universitas Bengkulu)

UNJA

(Universitas Jambi)

UNIBA

(Universitas Balikpapan, Kaltim)

UI

(Universitas Indonesia)

UNPAD

(Universitas Padjadjaran, Jawa Barat)

UNDIP

(Universitas Diponegoro, Jawa Tengah)

UNS

(Universitas Sebelas Maret, Jawa Tengah)

UNSOED

(Universitas Jendral Soedirman, Jawa Tengah)

UGM

(Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta)

UNAIR

(Universitas Airlangga, Surabaya)

UNIBRAW

(Universitas Brawijaya, Malang)

UNEJ

(Universitas Jember)

UNTAN

(Universitas Tanjungpura, Kalbar)

UNLAM

(Universitas Lambung Mangkurat, Kalsel)

UNUD

(Universitas Udayana, Bali)

UNRAM

(Universitas Mataram, NTB)

UNHAS

(Universitas Hasanuddin, Sulawesi Selatan)

UMSU

(Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara)

UNPRIM

(Universitas Prima Indonesia, Sumetera Utara)

UJAYABAYA

(Universitas Jayabaya, DKI Jakarta)

UPS

(Universitas Pancasila, DKI Jakarta)

USAKTI

(Universitas Trisakti, DKI Jakarta)

UNTAR

(Universitas Tarumanegara, DKI Jakarta)

UNYARSI

(Universitas YARSI, DKI Jakarta)

UKNKRIS

(Universitas Krisnadwipayana, DKI Jakarta)

UPH

(Universitas Pelita Harapan, DKI Jakarta)

UNISBA

(Universitas Islam Bandung)

UNPAS

(Universitas Pasundan, Jawa Barat)

UNISSULA

(Universitas Islam Sultan Agung, Jawa Tengah)

UNTAG

(Universitas 17 Agustus, Jawa Tengah)

UII

(Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta)

UNNAR

(Universitas Narotama, Surabaya)

UBAYA

(Universitas Surabaya)

UNISMA

(Universitas Islam Malang)

UNWAR

(Universitas Warmadewa, Bali)

Sumber: bahan presentasi Dewan Kehormatan Pusat Pengurus Pusat INI       

 

Polemik pendidikan kenotariatan dalam Undang-Undang

Polemik soal Magister Kenotariatan ini telah berlangsung sejak lama saat UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UU Jabatan Notaris) disahkan tahun 2004. Tercatat Menkumham pada masa Yusril Ihza Mahendra merasa tidak ada kewajiban bagi Pemerintah untuk mengangkat notaris baru setiap tahunnya.

 

Kala itu Yusril menegaskan bahwa analisis kebutuhan pengangkatan notaris adalah wilayah kewenangan Pemerintah. Sebabnya karena tugas notaris dalam bidang keperdataan merupakan jabatan khusus dari negara meskipun bukan pejabat negara. Notaris dalam menjalankan tugasnya berhak menggunakan lambang negara secara khusus di berbagai akta keperdataan yang jadi tugas dan wewenangnya.

 

Baca: Yusril: Tidak Ada Kewajiban untuk Mengangkat Notaris Baru

Wacana Kemenkumham soal evaluasi pendidikan kenotariatan kembali mencuat sejak tahun 2016. Saat itu Freddy Harris telah memetakan data bahwa hampir seluruh lulusan M.Kn. ingin menjadi notaris. Padahal menurutnya hal tersebut tidak bisa dipenuhi untuk jangka panjang dengan kenyataan adanya pengaturan formasi jabatan dan persebaran yang diatur Pemerintah.

 

Sebelumnya di akhir 2014 Kemenristekdikti telah berwacana untuk ‘mengeluarkan’ program M.Kn. dari pendidikan universitas agar kembali menjadi pendidikan profesi. Ketua Tim Revitalisasi Kurikulum Pendidikan Tinggi Hukum Kemenristekdikti kala itu, Prof. Johannes Gunawan  menilai pendidikan kenotariatan seharusnya adalah pendidikan profesi dengan fokus pendalaman keahlian khusus.

 

Terkait notaris, keahlian khusus yang dimaksud ialah keahlian membuat akta. Saat itu Johannes menilai dengan ditempatkan pada pendidikan akademik yang fokusnya pengembangan ilmu pengetahuan, kemampuan lulusan M.Kn. membuat akta rendah. Justru mereka lebih terlatih membuat makalah.

 

Johannes mengusulkan kala itu agar pendidikan kenotariatan diubah menjadi pendidikan profesi selama satu tahun untuk mendapatkan sertifikat profesi. Masalahnya UU Jabatan Notaris baik sebelum maupun sesudah direvisi tahun 2014 menyebutkan syarat menjadi notaris harus lulusan jenjang strata dua kenotariatan.

 

Baca:

 

 

Pasal 3

Syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah:

  1. warga negara Indonesia;
  2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  3. berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;
  4. sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat keterangan sehat dari dokter dan psikiater;
  5. berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;
  6. telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan;
  7. tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris; dan
  8. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

 

Padahal dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan UU No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) saat ini pun tidak mengenal istilah strata dua.

 

Pasal 15

Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.

Bagian Keempat

Pendidikan Tinggi

 

Pasal 19

(1) Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup

program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh

perguruan tinggi.

(UU Sisdiknas)         

 

Pasal 1

2.Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan program profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia.

(UU Dikti)

 

Saat ini pun Menristekdikti telah resmi mengganti gelar M.Kn.(Magister Kenotariatan) menjadi M.H. (Magister Hukum) sama seperti gelar magister bidang hukum lainnya, dengan menjadikan pendidikan kenotariatan sebagai konsentrasi bidang studi yang diambil.

Tags:

Berita Terkait